Senin, 23 Juni 2008

Cirebon V

Dua Istana Kejayaan Masa Lalu

Setelah seharian mengelilingi dan menikmati keindahan kota Cirebon, situs bersejarah lainnya yang pantas dikunjungi adalah dua istana bersaudara, yaitu Keraton Kesepuhan dan Keraton Kanoman. Menurut sejarahnya ketika Sunan Gunungjati masih hidup, Cirebon hanya memiliki satu keraton. Namun setelah meninggal, keraton berhasil dipecah menjadi dua oleh Belanda. Keraton pertama yang dikunjungi rombongan kecil kami adalah Keraton Kasepuhan.

Memasuki kawasan Keraton Kesepuhan, rombongan kami disambut oleh sebuah gerbang yang terbuat dari bata merah bertingkat. Bagian depan keraton ini biasanya dinamakan dengan Siti Hinggil atau tanah tinggi, yang menghadap langsung kearah lapangan tempat dulunya pasukan keraton berkumpul.

Setelah melewati Siti Hinggil yang berbentuk gerbang dan pagar panjang, bangunan lainnya yang menarik adalah Mande Semar Sunando. Bangunan ini terbuat dari kayu. Dulunya dijadikan sebagai tempat duduk para penasehat keraton. Bangunan ini memiliki dua tiang berukir yang melambangkan kemakmuran.

Tanda kejayaan keraton di zamannya, bisa dilihat dengan banyaknya keramik China dari Dinasti Ming yang ditempelkan pada dinding, mulai dari gerbang paling depan, hingga bagian dalam keraton. “Keramik China melambangkan bahwa hubungan keraton Cirebon dulunya dengan China sangat baik. Bahkan salah satu istri Sunan Gunung Jati adalah putri China,” kata Pemandu di Keraton Kasepuhan Sugiman.


Keraton Kasepuhan dibangun 1529 sebagai perluasan dari Keraton tertua di Cirebon, Pakungwati, yang dibangun oleh Pangeran Cakrabuana, pendiri Cirebon pada 1445. Kejayaan keraton ini juga terlihat dengan sebuah bangunan masjid yang bernama Masjid Agung Sang Cipta Rasa yang ada dalam kompleks Keraton Kasepuhan begitu indah dan dibangun 1549.
Keraton ini juga memiliki kereta kencana yang dikeramatkan, kereta itu bernama Singa Barong. Sejak 1942, kereta ini tidak dipergunakan lagi, dan hanya dikeluarkan tiap 1 Syawal untuk dimandikan. “Kereta kencana Singa Barong ini telah memiliki teknologi yang menarik, seperti jari-jari roda dibuat melengkung ke dalam, agar air dan kotoran tidak masuk ke dalam kereta,” kata Sugiman.

Jika Keraton Kasepuhan terasa begitu megah dan cukup terawat, tidak demikian dengan Keraton Kanoman. Kesan terlupakan terasa di Keraton yang dibangun 1662 oleh Amangkurat I tersebut. Untuk memasuki keraton ini, pengunjung harus masuk dari Pasar Kanoman. Bahkan kekokohan gerbang dengan tinggi lebih dari empat meter, terasa sia-sia dengan banyaknya becak dan warung kaki lima, yang mangkal di bawahnya.

Kesan suram tersebut, sedikit berubah menjadi lebih baik, ketika memasuki gerbang keraton dibagian dalam. Identik dengan warna merah muda, gerbang utama keraton menjadi simbul kejayaan Kanoman dimasa lalu. Hampir sama dengan Keraton Kasepuhan, Kanoman juga memajang puluhan piring antik dari Dinasti Ming di gerbang utamanya. Namun sayang banyak yang hilang dan dicongkel pencuri benda-benda antik sehingga banyak bagian gerbang yang berlubang.

“Pendopo di Keraton Kanoman dinamakan Pendopo Pujinem dengan 17 tiang, ada juga ruang khusus bernama Rabayaksa. Ruangan ini khusus tempat disemayamkannya mayat raja, sebelum dimakamkan,” kata Pemandu Keraton Kanoman Rohim.

Dalam sejarahnya, Keraton Kanoman lebih muda dari Kasepuhan. Kanoman berasal dari kata anom yang berarti ”muda”. Terbelahnya kekuasaan Keraton di Cirebon dilambangkan dengan dua keraton, Kasepuhan dan Kanoman. (bernadette lilia nova)

Tidak ada komentar: