Senin, 18 Agustus 2008

Senja Di Pantai Lasiana


Menyajikan pesona semburat matahari kemerahan di ufuk Barat, membuat Pantai Lasiana menjadi pantai paling favorit di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).


Setelah seharian mengelilingi Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan matahari yang mulai tergelincir ke ufuk Barat, duduk dan menikmati keindahan pantai dan laut senja hari dengan semburat warna merah menjadi salah satu alternatif terbaik yang juga banyak dipilih oleh turis lokal ketika datang dan berkunjung ke daerah berpenduduk empat juta jiwa lebih ini.

Pantai favorit di Kupang itu bernama Pantai Lasiana, yang berjarak lebih kurang 11 kilometer dari arah Timur Kota Kupang. Untuk sampai di lokasi, jalanan yang dilalui akan sedikit berliku, namun keadaan itu akan segera terlupakan, ketika dari kejauhan birunya air laut yang membentang dan sesekali terlihat dari jalan raya, membuat semua rasa lelah hilang.

Semakin mendekati pantai, pengunjung akan melewati puluhan pohon lontar yang tengah berbuah. Masyarakat Kupang seperti juga masyarakat Pulau Rote sangat menghormati keberadaan pohon ini, dan pohon itu dianggap sebagai pohon kehidupan, karena dari daun, batang hingga akarnya bisa digunakan untuk membantu kehidupan masyarakat, itulah yang membuat pohon ini sangat dihormati.


Mendekati pantai, debur ombak akan terdengar, ombak itu pulalah yang membuat Pantai Lasiana mengalami abrasi. Jika dulu di awal tahun 1980-an Pantai Lasiana banyak dikunjungi turis asing dari Jerman, Australia, Inggris, dan Amerika Serikat. Sekarang, Pantai Lasiana hanya dikunjungi oleh turis lokal dan sesekali saja terlihat turis asing terlihat duduk menikmati senja di Lasiana. Itu semua karena pantai yang semakin sempit dan pasir yang semakin hilang tergerus arus.

Walaupun mengalami abrasi, namun Pantai Lasiana tetap hadir dengan pemandangan yang memikat, apalagi jika memandang jauh ke batas ufuk. Pantai dengan pasir putih tersebut menyuguhkan pemandangan yang benar-benar menakjubkan. Matahari berwarna kemerahan yang perlahan turun dan tenggelam di batas ufuk, tetap mampu memikat banyak orang untuk mampir dan menikmati keindahan itu. “Dulu Pantai Lasiana jauh lebih cantik dari pada sekarang. Walaupun demikian, yang membuat Lasiana unggul adalah mataharinya yang benar-benar hadir setiap senja di pantai ini,” kata salah satu warga sekitar pantai Frans Tano.

Selain menyaksikan matahari tenggelam dengan semua kemegahannya, Pantai Lasiana juga menyimpan pesona tersendiri. Permukaan pasirnya yang datar dengan kemiringan hanya sekitar 5 -10 persen, sangat cocok untuk bermain sepakbola pantai. Pasirnya putih bersih dan bercahaya ketika tertimpa cahaya matahari yang kemerahan.


Keunikan lainnya dari Pantai Lasiana adalah dasar lautnya yang berpasir, bukan lumpur, sebagaimana kebanyakan pantai di Pulau Timor. Sehingga airnya selalu jernih. Inilah yang membuat wisatawan paling suka mandi dan berenang di pantai ini.

Sebenarnya, jika pemerintah daerah cukup serius ingin kembali menjadikan Pantai Lasiana sebagai kawasan wisata yang sanggup mendatangkan devisa, aktivitas iris tuak oleh warga suku Rote dengan pohon lontar bisa dicontoh dan coba dikembangkan di Lasiana. Jadi selain keindahan matahari tenggelam, aktivitas di objek wisata juga menjadi daya tarik bagi turis agar datang. (bernadette lilia nova)
foto : bernadette lilia nova

Kidung Cinta Perajin Sasandu

Anak Timur bermain sasandu dan menari olelebo rasa girang, oo.. Lobamora tanah airku tercinta. Kidung yang bercerita tentang kegembiraan anak-anak Timur dan kecintaan pada tanah kelahiran mereka, itulah yang menyambut kedatangan kami ketika mengunjungi perajin alat musik tradisional di Desa Oebelo, Pluti, Kupang Tengah. Iringan kidung dan denting senar alat musik sasandu yang telah dibuat sejak abad ke 17 tersebut membuat suasana terasa semakin menyenangkan.
Sang perajin sasandu, Yermias A Pah (83), menyambut dengan senyum ramah dan mengajak menyaksikan proses pembuatan sasandu di samping art shop miliknya. Dibutuhkan daun lontar, bambu dan senar untuk bisa membuat sasandu hingga menjadi alat musik yang unik," kata Yermias sambil mempraktekkan proses pembuatan alat musik tersebut.

Proses awal menurut Yermias, daun lontar dijemur selama tiga jam, setelah itu baru dirangkai melengkung. Setelah lengkunngan lontar rampung, tabung bambu yang telah dilengkapi dengan 11 senar dipasangkan. "Senar pada sasandu ditemukan oleh Lungilain dan Baloamin dari Pulau Rote abad 17. Sejak itulah sasandu dimainkan," kata Yermias.

Seiring dengan perkembangannya, sasandu menurut perajin sekaligus seniman sasandu yang pernah diundang ke istana negara oleh Presiden SBY, mengatakan bahwa sasandu, memiliki kidung tersendiri yaitu kidung cinta dan kidung kematian Kidung cinta yang biasa dilantunkan berjudul Batu Matia. "Batu Matia memiliki makna cinta yang sekokoh batu karang, sehingga tidak mudah terpisahkan," katanya.

Kidung Cinta Batu Matia juga dijadikan sebagai pengiring ketika sepasang kekasih tengah duduk dipelaminan dan selalu diiringi dengan petikan-petikan merdu sasandu kebanggaan NTT yang juga kebanggaan Indonesia, karena itu, mengunjungi Kupang belum lengkap rasanya jika belum menikmati petikan sasandu yang mendendangkan kidung cinta langsung dari vokal senimannya.

Selain memanjakan pengunjung yang ingin menyaksikan langsung proses pembuatan sasandu, Yermias juga membuat aneka kerajinan tangan lainnya bersama tiga karyawannya. Bahkan sasandu yang biasanya sulit dibawa karena ukurannya yang besar, di tangan Yermias bisa menjadi mudah. Jika sasandu ingin dibawa keluar pulau atau luar negeri, Yermias membuat sasandu yang daun lontarnya bisa dilipat. Sehingga tidak rusak ketika sampai di lokasi.

“Kita juga membuat sasandu ukuran kecil untuk gantungan kunci. Sansandu ukuran ini telah dipesan ribuan mulai dari souvenir perkawinan hingga buah tangan biasa,” katanya. Jadi mengunjungi Kupang, menikmati kidung cinta sasandu akan membuat banyak orang tidak bisa lupa daerah ini. (bernadette lilia nova)

Pesona Air Terjun Oenesu

Bagi masyarakat kota yang selalu tenggelam dalam suasana kerja dan semakin jenuh dengan lalu lintas yang serba sibuk, bisa menikmati keindahan alam dan sesekali menyendiri dikeheningan alam. Salah satu objek wisata yang bisa dijadikan rujukan untuk menikmati suara alam jika berkunjung ke Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah Air Terjun Oenesu yang terletak di Desa Oenesu, Kecamatan Kupang Barat.

Air terjun ini merupakan salah satu tujuan wisata utama yang selalu ramai dikunjungi, baik wisatawan lokal maupun mancanegara dihari-hari libur nasional. Bahkan pada hari Minggu, air terjun bertingkat empat ini bisa dikunjungi lebih dari seribu pengunjung.

Memiliki lokasi seluas 0,7 hektar, dan berjarak lebih kurang 17 kilometer dari pusat kota Kupang, Air Terjun Oenesu memiliki pesona yang tidak akan terlupakan. Bagaimana tidak, untuk bisa tepat berada di bawah air terjun bertingkat empat tersebut, pengunjung akan melewati sebuah jembatan kayu yang membentang melintasi sungai tempat Air Terjun Bermula.

Agak menakutkan memang ketika melintasi jembatan ini, karena dibuat dari dua batang pohon lontar melintang. Diatasnya dipakukan lembaran-lembaran kayu yang sama sebagai pijakan. Kondisinya yang sedikit miring membuat banyak pengunjung lebih memilih untuk melewati jalan setapak dengan tangga permanent dari semen yang telah di bangun di samping air terjun, walaupun perjalanan menjadi lebih jauh.

Gemuruh suara air dari ketinggian, semakin terdengar jelas diantara kesunyian suasana lokasi air terjun. Bagi mereka yang khusus datang untuk menikmati suara air dan sesekali terdengar suara burung berkicau, objek wisata ini lebih baik dikunjungi pada hari-hari biasa, karena lebih sepi dan tentu saja bisa berlama-lama di tempat ini.


Selain bertingkat empat, Air Terjun Oenesu yang airnya bermuara hingga ke laut di daerah Batu Lesa ini, memiliki keunikan lainnya. Air terjun ini memiliki dinding karang yang berlubang seperti gua. Kondisi dinding air terjun yang berlubang banyak digunakan oleh wisatawan untuk berfoto sambil menikmati kesegaran air.
Untuk mendekati air terjun, pengunjung sebaiknya menggunakan alas kaki, karena keunikan lain dari Oenesu adalah air terjun ini memiliki karang seperti karang laut yang tajam. “Banyak legenda yang beredar di masyarakat kalau Air Terjun Oenesu berawal dari kisah seorang nenek dengan cucu. Mereka memiliki lesung, dan lesung itulah yang berubah menjadi air terjun,” kata salah satu Petugas di Air Terjun Oenesu Apeles Bangkoles.

Jika datang ke lokasi air terjun pagi hari, air yang mengalir di dinding air terjun tidak sebanyak ketika datang di soren hari. Pada sore hari, seluruh dinding air terjun akan tertutupi oleh air. “Entah apa penyebabnya, namun air terjun ini selalu memiliki air yang lebih banyak di sore hari dibandingkan pagi hari,” tambah Apelles.

Pada musim hujan sekalipun obyek ini masih tetap dapat dijangkau dengan mudah, karena jalannya tidak berlumpur atau becek. Semua kendaraan dapat langsung berhenti persis di samping lokasi air terjun. Bahkan untuk menjaring lebih banyak pengunjung objek wisata ini telah dibenahi dengan sarana seperti, rumah makan, MCK, jalan setapak dan tempat parkir. (bernadette lilia nova)

Sabtu, 09 Agustus 2008

Berlayar Di Negeri Pelaut I

Sail Indonesia 2008

Diikuti oleh 120 kapal layar dari 15 negara, Sail Indonesia 2008 berlayar dari Darwin, Australia untuk mengunjungi 12 daerah di nusantara.

Matahari bersinar cerah, angin yang ramah bertiup semilir di sepanjang Pantai Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Keceriaan suasana sepanjang garis pantai dengan nelayan yang sibuk membersihkan perahu dan memunguti ikan-ikan hasil tangkapan semakin terasa dengan puluhan umbul-umbul dan spanduk aneka warna. Keceriaan itu semakin bertambah dengan teriakan dan tawa lepas anak-anak yang tengah bermain bola di pantai berpasir atau berenang, bercanda dengan ombak.


Pantai Kupang atau masyarakat setempat menyebutnya dengan Pantai Laut, siang itu semakin semarak dengan kedatangan 120 kapal layar dari Darwin, Australia yang membawa lebih kurang 300 pelaut yang tergabung dalam acara bertema Sail Indonesia 2008 ke 8.


Kapal-kapal layar bertiang tinggi yang membuang sauh 200 meter dari pinggir pantai menjadi tontonan menarik bagi warga. Mereka berduyun-duyun datang ke pinggir pantai untuk menyaksikan kedatangan kapal-kapal mahal seharga lebih dari delapan milyar tersebut.


Sail Indonesia 2008 yang berlangsung atas kerjasama Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (Debudpar RI) dan Yayasan Cinta Bahari tersebut rencananya akan mengunjungi 12 white point atau titik-titik bersandar seperti, Kupang sebagai titik sandar pertama, Alur, Lembata, Ende, Labuan Bajo, Mataram, Bali, Makassar, Karimun Jawa, Kumai, Belitung dan terakhir adalah Batam.


Keramahan masyarakat Kupang menyambut para tamu yang datang mengunjungi daerah mereka ditunjukkan dengan menggelar acara penyambutan khusus bertajuk Festival Pantai Kupang ke tiga yang dilangsungkan di pinggir pantai, berhadapan langsung dengan kapal-kapal layar yang tengah bersandar. Sebuah panggung, menjadi pusat kemeriahan festival, menggelar berbagai kegiatan seni, musik dan tari tradisional.


"Dengan adanya Sail Indonesia ke 8 ini, kita berharap masyarakat lebih terbuka untuk menerima kujungan wisatawan mancanegara dengan ramah dan lebih menjaga kebersihan pantai," kata Walikota Kupang Daniel Adow.


Kedatangan para pelayar dari 15 negara ke Kupang menurut Daniel cukup memberikan nilai tambah bagi Kota Kupang, karena bisa mendongkrak kunjungan wisatawan mancanegara ke Kupang, kota yang dijuluki dengan Kota Kasih.


Kemeriahan Sail Indonesia 2008 ternyata tidak saja memberikan keceriaan bagi masyarakat di pinggir pantai. Namun juga memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat yang membuka stan-stan kerajinan tangan. Mulai dari kaligrafi, asesoris unik seperti kalung berliontin komodo kecil, hingga topeng-topeng hias bisa dibeli di lokasi yang sama. "Memang setiap kali Sail Indonesia dilangsungkan, pelayar yang datang biasanya datang ke hotel saya," kata pemilik Eddy Hotel di Pantai Kupang Teddy Tanonef.


Tercatat Sail Indonesia 2008, bertujuan untuk mengenalkan wisata bahari Indonesia dimata dunia internasional dan para pelaut sekaligus bisa memetakan titik-titik aman dan strategis di Indonesia, yang bisa dijadikan tempat berlabuh, jika berlayar di Samudra Indonesia. "Dibandingkan Malaysia dan Singapura, regulasi pelayaran Indonesialah yang paling rumit," kata Dewan Pengurus Yayasan Cinta Bahari Raymond T Lesmana.


Ditambahkan Raymond, walaupun Indonesia memiliki laut terluas, namun belum ada satupun titik-titik sandar kapal yang bisa disinggahi oleh perahu-perahu berkelas internasional, karena kurangnya informasi yang didapat. "Dengan adanya Sail Indonesia 2008 ini, kita yakin informasi tentang titik singgah atau white point akan tersebar di dunia internasional. Sehingga kapal-kapal dari berbagai dunia bisa datang langsung ke Kupang," tambah Raymond.


Diterangkan Raymond, syarat-syarat sebuah daerah bisa dijadikan sebagai titik singgah kapal adalah bisa menyediakan semua kebutuhan pelaut dengan kapal layarnya. Mulai dari kondisi laut, kemampuan menyediakan suplay dan kebutuhan pelayar, hingga SDM suatu daerah. "Ini pelaut baru turun dari kapal saja sudah dikenakan berbagai macam aturan. Bahkan untuk meminta paspor mereka kembali, dikenai dana dengan harga bervariasi, mulai dari Rp 50 ribu hingga Rp 130 ribu. Bagaimana wisata di negeri ini bisa maju dan berkembang," kata Raymond. (bernadette lilia nova)

Berlayar Di Negeri Pelaut II


Tanpa Pelaut Indonesia

Sail Indonesia 2008 telah digelar. Dimulai dari Darwin, Australia dan mengunjungi 12 white point atau titik labuh yang terletak di Indonesia, namun sebagai negara maritim terbesar di dunia dan mengaku mempunyai nenek moyang seorang pelaut, ternyata di ivent berskala internasional tersebut tidak satupun kapal layar itu berasal dari negara tuan rumah.

Sebagai negara yang lautnya dikenal sebagai perairan yang paling memikat di dunia, Sail Indonesia 2008, ternyata hanya bisa diikuti oleh pelaut-pelaut dari Australia, Jepang, Amerika, Jerman, Belanda, Belgia dan negala lainnya. "Kecintaan pada dunia bahari sudah mulai luntur pada masyarakat kita. Mereka lebih suka membeli jaguar baru dari pada membeli kapal layar," Kata Dewan Pengurus Yayasan Cinta Bahari Raymond T Lesmana.


Banyak cara menurut Raymond untuk membuat masyarakat Indonesia kembali bangkit rasa cintanya pada dunia maritim. Mulai dari memberikan anak-anak pantai kacamata renang, memberikan mereka alat untuk snorkeling. "Setelah mereka tahu keindahan bawah laut dan tahu tentang laut, saya yakin kecintaannya pada laut akan semakin tinggi," kata dia.


Pemerintah juga menurut pria yang menjadi tempat berkeluh kesah para peserta Sail Indonesia 2008 ini, seharusnya memberikan kemudahan agar tidak menganggu kenyamanan para pelaut yang ingin mampir dan melabuhkan jangkar di Kupang. "Banyak sekali yang harus kita bereskan, Mulai dari regulasi peraturan kelautan hingga banyaknya pungutan-pungutan liar yang terjadi di lapangan," tambah pria paro baya tersebut.


Walaupun masih banyak yang harus dibenahi di Perairan Indonesia, namun para pelaut yang datang tetap merasa bersemangat dan bisa menikmati keindahan dan keramahan masyarakat Kupang. Keramahan itu juga ditandai dengan mengalungkan selempang berupa kain tenun tradisional kepada pelaut yang pertama datang dan menghelat gala dinner di Kantor Gubernur Kupang.


Kemeriahan Sail Indonesia 2008 semakin terasa dengan pesta rakyat yang digelar ditepi pantai, mulai dari panjat pinang hingga lomba dayung perahu yang diikuti tidak saja oleh kaum pria, namun juga diikuti oleh ibu-ibu nelayan yang mendayung dengan tawa dan semangat empat lima.


“Kita orang senang sekali bisa mengikuti acara ini, tapi sayang sekali kali ini desa kami di Ende belum bisa menang. Semoga tahun depan kami bisa menang dalam lomba dayung yang sama,” kata salah satu peserta lomba dayung Abraham S Koro. (bernadette lilia nova)

Berlayar Di Negeri Pelaut III

Disambut Tarian Gadis Rote

Irama musik yang ceria, gemulai gadis-gadis berbusana tradisional dengan motif tenun yang cantik, menjadi pemandangan menarik yang tidak bisa dilewatkan oleh wisatawan mancanegara ataupun wisatawan lokal. Selain menari diiringi oleh irama musik, debur ombak yang mengempas pasir juga menambah meriah suasana.

Enam remaja yang menari di atas panggung, ternyata menarikan tarian selamat datang khusus untuk para tamu yang datang. Enam penari putri tersebut tergabung dalam Sanggar Tari Bolele Bo dari Namosae, Pulau Rote.

Tarian selamat datang yang mereka bawakan dengan gerak yang gemulai, ternyata dulunya ditarikan khusus untuk menyambut para prajurit yang pulang dari medan perang. Dengan tarian selamat datang yang juga berjudul Bolele Bo tersebut diharapkan para prajurit kembali merasa gembira karena telah pulang dengan selamat.

"Kita sering tampil diacara-acara penyambutan tamu kenegaraan, selain itu kita juga tampil di acara dengan banyak pengunjung seperti di festival," kata koreografer Tarian Selamat Datang Bolele Bo Novi Nubatonis.


Jika dulunya tarian selamat datang dilangsungkan untuk menyambut para prajurit yang pulang dari medan laga, sekarang seiring perkembangan zaman tarian perang bisa ditampilkan dalam berbagai kesempatan. Bahkan mengalami modifikasi yang disesuaikan dengan keadaan sekarang yang damai dan tanpa pertempuran.


Kecantikan gadis-gadis dari Pulau Rote yang terkenal dengan legenda nenek dan cucunya tersebut semakin memikat dengan asesoris tradisional yang mereka kenakan. Sebuah tiara kuning emas menjadi penghias kepala dan gelang-gelang tradisional menghasilkan suara gemerincing membuat tarian yang mereka bawakan semakin memikat.


Berbagai jenis tarian tradisional selalu menjadi tari penyambutan tamu oleh masyrakat Rote, diantaranya Tarian Kakamusu, Teorenda, Taebenu, Teotona, Lendondao dan Kebelai. “Kain tenun yang dikenakan dalam tarian selamat datang tradisional Rote melambangkan tingginya martabat dan harga diri masyarakat Rote,” kata Novi Nubatonis.


Hal tersebut memang beralasan, karena di Rote sendiri, kain tenun ikat memiliki ciri khas dan motif yang berbeda dibandingkan dengan kabupaten lainnya di Kupang. Kain tenun ikat ala Rote memiliki motif garis-garis lurus yang selalu diselingi oleh motif siku. Sedangkan warna dari tenun ikat Rote selalu mengombinasikan tiga warna utama, hitam, putih dan merah. “Dengan kain tradisional seperti itulah tamu kita sambut, maksudnya agar saling menghormati dan menghargai,” tambah Novi lagi. (bernadette lilia nova)

Selasa, 05 Agustus 2008

Lombokpun Punya Kuta

Selama ini orang mengenal Pantai Kuta ada di Bali. Padahal, Pantai Kuta di Lombok memiliki pasir putih yang berasal dari butiran karang tempat Nyale bersarang.

Menikmati pesona pantai dengan lautnya yang menghampar biru sejauh mata memandang, tentu saja menjadi impian setiap orang. Salah satu tempat yang menawarkan keindahan dan pesona alam yang memukau bisa ditemukan di Pantai Kuta, yang terletak di Desa Kuta, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat.

Untuk mencapai Pantai Kuta Lombok, dari Senggigi memakan waktu sekitar 2,5 jam. Perjalanan yang cukup jauh akan terbayar ketika melihat keindahan alam yang masih asli. Memang tidak banyak wisatawan mancanegara ataupun wisatawan lokal datang ke tempat ini.
Selain memanjakan pengunjung dengan beningnya air, pantai ini memiliki bukit-bukit yang menjadikannya semakin menarik. Selain itu pantai datar ini, memiliki pasir yang unik. Pasir di pantai ini berbentuk butiran-butiran seperti merica, sehingga nyaman diinjak dan dianggap baik untuk membantu sirkulasi darah, apalagi jika diinjak dengan kaki telanjang.

Keindahan Pantai Kuta Lombok dengan pasir putihnya yang seperti butiran merica, ternyata memiliki sejarah dan ceritanya sendiri. Pantai yang belum banyak dikunjungi turis jika dibandingkan dengan Pantai Kuta di Bali ini adalah salah satu pantai yang menjadi pusat berkumpulnya Nyale atau cacing laut sekali setahun dan dirayakan dengan Festival Bau Nyale atau mencari Nyale.

Nyale-nyale yang berjumlah milyaran tersebut, membangun sarang di karang-karang berwarna putih dan tidak terlalu keras. Untuk membangun sarang, nyale-nyale melubangi karang. Hasil galian karang menjadi butiran-butiran pasir yang dihanyutkan ombak dan gelombang ke pinggir pantai. Peristiwa yang berlangsung sejak ribuan tahun lalu itu terjadi terus menerus, sehingga tumpukan butiran pasir menjadi pasir yang hanya bisa ditemukan di Pantai Kuta Lombok. “Yang membuat Pantai Kuta Lombok unik dan menarik adalah karena pasirnya yang seperti merica. Selain itu pantai ini juga masih sangat asri,” kata Kadin Disbudpar Propinsi NTB GP Supartha.

Selain unik dengan pasir di pantainya, pantai ini juga terhubung dengan kisah putri kerajaan yang bernama Putri Mandalika. Karena bingung memilih calon suami, akhirnya sang putri menenggelamkan diri ke laut. Sebelum menenggelamkan diri Putri Mandalika berjanji akan kembali satu kali dalam satu tahun dalam wujud yang lain. Dan kenangan akan Putri Mandalika dirayakan dengan Festival Bau Nyale. “Jika dikelola dengan baik, Pantai Kuta Lombok bisa menjadi pantai yang sangat terkenal, dan kita akan mewujudkan itu,” kata GP Supartha.

Berjalan-jalan di Pantai Kuta Lombok, semakin menarik, karena jika pengunjung ingin menyentuh air laut atau berjalan kaki di dalam air, pantai ini cukup dangkal untuk dilalui bahkan hingga agak ke tengah, kedalaman air hanya sebetis saja. Walaupun tidak seramai Pantai Kuta di Bali, namun pedagang cendera mata dan aneka souvenir di pantai ini bisa ditemukan dengan mudah. Karena rata-rata yang berjualan souvenir adalah anak-anak dan terkadang sedikit memaksa agar kita membeli dagangan mereka. (bernadette lilia nova)

Filosofi Guci Maling

Tentu saja belum lengkap rasanya, jika mengunjungi Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), jika belum datang dan menyaksikan langsung proses pembuatan gerabah di Desa Banyumulek di Lombok Barat. Untuk mencapai desa yang dihuni lebih kurang 500 kepala keluarga ini bisa menggunakan angkutan darat lebih kurang 20 hingga 30 menit dari Mataram.

Memasuki desa Banyumulek, kesibukan warga membuat gerabah terlihat dihampir semua rumah. Demikian pula dengan jalan-jalan di sepanjang desa, dipenuhi oleh tumpukan tanah liat yang dijemur. Agar tanah liat lebih cepat kering dan tidak membutuhkan tenaga yang besar untuk menghancurkannya, tanah liat dijemur di tengah jalan. Semakin banyak kendaraan, semakin banyak digilas mobil atau motor, semakin mudah pengrajin menghaluskan tanah liat yang kering.

Untuk mendapatkan sebuah guci atau gerabah yang cantik, dibutuhkan proses yang panjang. Setelah dijemur, tanah liat dihaluskan. Setelah halus, dicampur dengan pasir sungai agar gerabah yang dihasilkan lebih kuat dan tahan lama. "Untuk mendapatkan keramik dari awal proses hingga siap dipasarkan dibutuhkan 20 hari," kata pemandu kami Hari.
Setelah semua bahan tersedia, barulah para wanita yang kebanyakan ibu rumah tangga membuat berbagai jenis kerajinan tembikar. Uniknya di desa ini pekerjaan laki-laki dan perempuan berbeda. Para wanita khusus membuat keramik menjadi guci ataupun kendi atau berbagai model lainnya sesuai pesanan. Sedangkan kaum pria mengukir, menghaluskan dan memasarkan.

"Mungkin karena wanita lebih telaten, makanya pekerjaannya adalah mengolah tanah liat menjadi gerabah yang cantik. Proses pembakaran, sekarang dilakukan bersama," tambah Hari lagi.

Dari ratusan model dan bentuk gerabah yang dihasilkan di Banyumulek, sebuah kendi bernama Kendi Maling menjadi favorit warga dan wisatawan. Kendi Maling ini cukup unik karena untuk memasukkan air ke dalam kendi haruslah dari bagian belakang. Proses terciptanya kendi tersebut karena merujuk pada filosofi maling yang masuk ke rumah lewat pintu belakang. "Setelah air dimasukkan, guci dimiringkan perlahan. Itu juga filosofi maling yang masuk diam-diam. Setelah guci berdiri, air di dalamnya sudah bisa diminum," katanya.


Selain guci maling, menyaksikan proses pembakaran tembikar juga sangat menarik. Untuk satu kali pembakara dibutuhkan waktu dua jam agar hasilnya benar-benar sempurna. Proses pembakaran di desa ini juga masih menggunakan cara tradisional, yaitu dengan menggunakan kayu bakar dan timbunan jerami. "Satu tempat pembakaran dikelola oleh sepuluh kelompok. Proses pembakarannya dilakukan bergotong royong," tutur Hari.
Tercatat dari Desa Banyumulek kemudian kerajinan gerabah yang dihasilkan dipasarkan ke Bali. Selain Bali, hasil kerajinan tangan turun temurun tersebut juga di ekspor keberbagai negara. Diantaranya, Australia, Jepang dan German. "Masyarakat Banyu Mulek sudah memiliki koperasi yang menampung hasil kerja mereka bila tidak ada order. Namun yang bisa masuk koperasi adalah gerabah yang bermutu," terang Hari. (bernadette lilia nova)
foto-foto by bernadette lilia nova

Kerukunan Beragama Pura Lingsar

Di Jakarta simbol kerukunan beragama bisa ditemukan di Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Kerukunan beragama juga bisa dilihat diantara Istiqlal dengan Katedral Jakarta yang terletak berhadap-hadapan. Kerukunan beragama ternyata sudah dilakukan masyarakat Indonesia sejak ratusan tahun lalu. Buktinya bisa dilihat di Pura Lingsar yang terletak di Desa Lingsar, Lombok Barat.

Pura Lingsar adalah pura tertua di Lombok, yang dibangun 1759 lalu oleh Raja Kerajaan Karangasem, Anak Agung Ngurah. Untuk memasuki pura yang menjadi simbul kerukunan dua agama, Islam Sasak dan Hindu Bali ini, pengunjung harus melewati dua gerbang utama. Gerbang berukir dengan patung barong yang menjadi pengawal, memiliki anak tangga yang unik. Jika hendak masuk, anak tangga di gerbang puri berjumlah tiga. Sedangkan anak tangga dibagian dalam berjumlah lima.

Jumlah anak tangga tersebut ternyata memiliki cerita tersendiri, dulunya masyarakat Islam Sasak mayoritas meyakini Islam waktu telu (shalat hanya tiga kali sehari), namun seiring banyaknya ulama yang masuk ke Lombok, Islam waktu telu mulai bergeser menjadi menjalankan shalat lima kali sehari. Itu dilambangkan dengan tangga dibagian dalam gerbang menuju pura utama.

Di dalam pura ini terdapat dua bangunan utama, dibagian tanah yang paling tinggi, dibangunlah puri untuk Hindu sedangkan disampingnya berdiri pula bangunan untuk Islam. Sedangkan di taman bagian bawah pada waktu purnama para peziarah melakukan pesta perang-perangan saling melempar ketupat antara Hindu dan Islam, atau terkenal dengan perang kupat.

“Pura hanya ada di Lombok Barat, itu karena Lombok pernah kalah perang dengan Bali. Daerah pertama yang takluk itu adalah Lombok Barat, akhirnya dibagian baratlah pura bisa ditemukan,” kata penduduk setempat yang juga merangkap sebagai pemandu Sahyan.

Jika para pengunjung beruntung, mereka bisa melihat langsung penganut Islam berdoa atau mengadakan upacara syukuran. Sedangkan bagi mereka yang menyukai memancing, pura ini juga menyediakan sebuah kolam yang merupakan miniatur danau di Gunung Rinjani dengan sembilan pancuran disampingnya. “Ada pula kolam kemali atau kolam keramat yang berisi sejenis moa atau belut berkuping dengan panjang 1,5 meter. Jika melihat ikan tersebut, semua permintaan akan terkabul,” terang Sahyan lagi.

Ditambahkan Sahyan, tidak semua orang beruntung bisa melihat ikan yang ada di dalam kolam. Bahkan di lokasi yang sama disediakan pula telur rebus untuk dimasukkan ke dalam kolam untuk memancing agar ikan tersebut keluar dan menampakkan wujudnya. “Pernah ada yang melihat ikan tersebut, beberapa minggu kemudian langsung mendapatkan istri,” kata dia.

Bagi pengunjung yang tidak ingin membeli telur rebus, bisa pula melemparkan koin dan memohon apapun di depan kolam. “Jika koin tersebut masuk ke dalam kolam berarti permintaannya akan terkabul,” ungkapnya. (bernadette lilia nova)

Jumat, 01 Agustus 2008

Semarak Festival Senggigi 2008 I

Selain menyajikan atraksi budaya yang memikat, Festival Senggigi 2008 menjadi salah satu pemikat turis untuk datang ke Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Jarum jam tepat menunjukkan angka 09.00 di Lombok, ketika rombongan dari Departemen Pariwisata dan Kebudayaan Direktorat Promosi Dalam Negeri (Debudpar), menginjakkan kaki di Bandar Udara Selaparang. Nuansa budaya terasa kental, apalagi ketika berada di jalan-jalan dalam kota, suasana tradisi dari rumah tradisional dengan atap melengkung menjadi penghias utama sepanjang jalan yang dilalui.


Suasana semarak semakin terasa, apalagi ketika ratusan masyarakat propinsi yang dikenal dengan kota seribu masjid tersebut menghadiri Festival Senggigi 2008 yang dilangsungkan disepanjang Jalan Raya Senggingi. Dalam rangka menyemarakkan program Visit Indonesia 2008, dimana Pulau Lombok terpilih menjadi salah satu destinasi wisata unggulan di Indonesia.

Angin laut yang bertiup semilir, deru ombak dan matahari yang bersahabat, mengiringi dibukanya Festival Senggigi 2008 dengan tema Lombok The Island of a Culture oleh Dirjen Pemasaran Departemen Kebudayaan dan Pariwisata RI, Dr Sapta Nirwandar yang ditandai dengan pemukulan kentongan.

Antusiasme masyarakat Lombok dan kecintaan terhadap tradisi, ditunjukkan dengan memadati trotoar-trotoar jalan di sepanjang Pantai Senggigi yang semakin memesona dengan birunya laut yang menghampar sejauh mata memandang.


Festival yang diikuti oleh 15 kecamatan di Lombok ini, juga mendapat antusias dari ratusan wisatawan mancanegara yang bergabung bersama masyarakat Lombok untuk memeriahkan perhelatan tahunan tersebut.

Antusiasme wisatawan mancanegara juga ditandai dengan semangat mereka untuk berdiri dibarisan paling depan, bahkan ikut berdesakan dengan masyarakat lokal dan jurnalis untuk mengabadikan festival yang telah dilakukan sejak delapan tahun lalu. Festival Senggigi 2008 semakin meriah dengan berbagai atraksi budaya yang dibawakan oleh masing-masing kecamatan dan melibatkan lebih kurang 300 seniman di Lombok dan juga seniman peserta dari Banyuwangi, Aceh dan Bali.

Dari serangkaian acara, puncak kemeriahan festival ditandai dengan acara Njenengan. Njenengan adalah upacara pengukuhan jabatan seorang pejabat baru dengan sistem adat, setelah dilantik secara resmi oleh pemerintah. Prosesi Njenengan sudah tidak pernah dilakukan lagi sejak tahun 60-an dan termasuk salah satu tradisi yang mulai dilupakan dan luntur dari ingatan masyarakat Lombok.

"Festival kali ini memang sedikit berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Tahun ini kita mencoba membangkitkan kembali tradisi yang sudah mulai dilupakan masyarakat, yaitu Njenengan," kata Wakil Ketua Panitia Festival Senggigi 2008 Lalu Suhaemie.

Acara Njenengan menurut pelaku budaya di Lombok ini, dulunya selalu dilakukan setiap ada pejabat baru yang dilantik. Namun sayangnya kearifan lokal tersebut tergeser oleh perubahan zaman. Acara Njenengan diawali dengan prosesi mengantarkan pejabat yang baru dilantik kepada tetua adat untuk di sahkan jabatannya dengan upacara adat dan disaksikan oleh seluruh masyarakat desa.


Njenengan diawali dengan perarakan pejabat bersama anggota keluarganya. Setelah itu diberikan kepada dewan adat untuk dinobatkan. Dewan adat akan mengesahkan penobatan itu dengan memberikan umbak atau gendongan kain dengan 225 keping uang logam. "225 jika dijumlahkan menjadi sembilan, itulah jumlah anggota tubuh manusia yang harus dipertanggungjawabkan. Itu juga melambangkan keberanian mengangkat beban dan mempertanggung jawabkannya," terang Lalu.

Banyak nilai filosofis bisa dimbil dari acara Njenengan yang dilangsungkan, dari asesoris yang dikenakan, semua memiliki makna dan artinya masing-masing. Seperti keris yang dinamakan genggaman, menjadi isyarat bahwa memimpin rakyat tidak selalu dengan kekerasan. "Keris diibaratkan sebagai pedoman untuk menjaga kepribadian," ujur Lulu.

Ditambahkan Lalu, upacara Njenengan dilakukan dengan perayaan yang rumit. Misalnya dengan mendudukkan pejabat yang baru di atas beruga. Beruga adalah tempat duduk bertiang empat terbuat dari Pohon Turi dan dikelilingkan sebanyak tujuh kali. Semakin tinggi jabatan yang diupacarakan, semakin mewah beruga tempat duduknya. "Karena kita hanya ingin menyegarkan ingatan masyarakat terlebih dahulu, jadi upacara kita buat seperti pawai tanpa beruga," ujarnya.

Selain Njenengan iring-iringan tradisi dari 15 kecamatan di Lombok juga semakin meriah dengan tampilnya tari Mojong yang terkenal karena sudah sangat tua dan telah ditarikan sejak Belanda masih bercokol di Indonesia. Ada juga Periseian yang merupakan latihan perang antara dua prejurit dengan menggunakan tameng dan rotan untuk memukul lawan. "Sejauh ini Festival Senggigi selalu mengalami peningkatan. Namun yang sedikit disayangkan kurang teraturnya acara," kata Sapta Nirwandar.

Festival Senggigi 2008 ternyata bukan hanya menampilkan acara-acara kesenian tradisional semata. Namun juga menjadikan peluang bisnis yang bagus bagi pebisnis handicraft. Pameran karya unggulan tersebut dilangsungkan di Senggigi Square yang masih berada di Jalan Senggigi.

Berbagai karya hasil kreatifitas masyarakat, mulai dari ukiran, tenun hingga bagaimana menganyam rotan menjadi sebuah tas bisa ditemukan dalam pameran ini. Namun untuk harga yang ditawarkan tentu adalah harga pameran yang lebih mahal, dibandingkan dengan pasar-pasar seni yang banyak berada di pinggir-pinggir pantai. (bernadette lilia nova)