Rabu, 06 Februari 2008

Mutiara Dari Timur I


Eksotisme Mutiara Dari Timur

Selain terkenal dengan keelokan alamnya, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), terkenal pula sebagai penghasil mutiara terbesar di Indonesia.

Keindahan alam mulai dari pantai dan laut yang membiru sejauh mata memandang, kehijauan pulau-pulau kecil yang terlihat menghampar sebagai pembatas ufuk, menjadi pemandangan menarik, ketika menginjakkan kaki di bumi Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). Apalagi ketika perjalanan dimulai dengan menggunakan mobil menuju Teluk Kodek, yang terletak di Lombok Barat Bagian Utara. Dibutuhkan waktu dua jam lebih, dari pusat kota Lombok, untuk menjangkau teluk berair bening ini.


Sepanjang perjalanan dari Ampenan, tidak henti-hentinya rombongan disuguhi oleh panorama yang menarik, mulai dari keindahan lekuk Gunung Rinjani, yang merupakan gunung berapi tertinggi kedua di Indonesia dengan ketinggian 3.726 meter dari permukaan laut, serta terletak pada lintang 8º25' LS dan 116º28' BT ini, merupakan gunung favorit bagi pendaki karena keindahan pemandangannya.


Menikmati kehijauan lembah dan gunung, membuat perjalanan menuju Teluk Kodek, terasa lebih cepat, walaupun harus melewati jalan beraspal yang berliku.Teluk Kodek menjadi salah satu tujuan perjalanan kali ini oleh rombongan yang terdiri dari Direktorat Perikanan Kelautan (DKP) dan Direktorat Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (KP3K) dengan program, Pemberdayaan Pulau-Pulau Kecil di Indonesia, karena Teluk Kodek, menjadi salah satu tempat pemberdayaan kerang mutiara, sekaligus menjadi salah satu tempat wisata bahari paling digemari oleh wisatawan mancanegara ataupun wisata lokal.


Berbeda dengan aktifitas penduduk di pinggir pantai umumnya, yang sibuk dengan jaring dan perahu-perahu nelayan, di Teluk Kodek, aktifitas itu sama sekali berbeda. Memasuki teluk ini, rombongan disambut oleh aktifitas masyarakat yang tengah sibuk membuat peralatan untuk tempat kerang-kerang mutiara bersarang. Peralatan yang terbuat dari tali plastik, kawat dan tali-tali pengikat, berbentuk segiempat tersebut dinamakan kolektor.


Membudidayakan kerang mutiara, memang tidak mudah, selain kualitas kerang harus terjamin, peralatan yang dinamakan kolektor tersebut, juga menjadi salah satu sarana paling penting, untuk mendapatkan kerang-kerang mutiara yang bermutu. Alsannya adalah samakin cocok kolektor yang dibuat untuk tempat kerang bersarang, maka larva-larva kerang mutiara akan mudah menempel, bersarang dan hidup pada alat tersebut.


Untuk mendapatkan kolektor yang digemari oleh kerang, berbagai prosespun dilakukan, mulai dari memintal tali plastik, hingga memasukkannya dalam laboratorium pembibitan, menjadi sebuah rutinitas yang harus dilalui. Walaupun tenggelam dengan rutinitas sehari-hari untuk pembuatan kolektor, namun suasana di Teluk Kodek sama sekali tidak menunjukkan kesibukan rutinitas pekerjaan yang monoton, karena sambil bekerja, 20-an laki-laki dan wanita, bekerja sambil bercanda, seakan menikmati hembusan angin yang bertiup dari laut menuju sebuah pondok kecil tanpa dinding tempat mereka bekerja. “Penduduk yang bekerja membuat kolektor dibagi menurut tahap masing-masing, misalnya ada yang memotong tali plastik, menjalinnya menjadi sebuah jalinan yang kuat, dan ada yang menggosok tali tersebut dengan sebuah sikat yang keras, proses itu, merupakan proses awal pembuatan kolektor untuk kerang mutiara bersarang,” kata Manager PT Otore Malaka, Lab Pembibitan Kerang Mutiara, Mariam.


Lebih lanjut ditambahkan wanita yang mengaku berasal dari Irian Jaya ini, setelah proses pembuatan kolektor selesai, maka kolektor-kolektor tersebut direndam dengan air selama dua hari. Ini berfungsi untuk memudahkan proses penempelan larva kerang mutiara. “Untuk menempelkan larva-larva kerang mutiara, kita membutuhkan mikroskop untuk melihat dan menempatkan larva. Karena larva-larva tersebut sangat kecil,” tambah Mariam.


Karena proses penempelan larva yang rumit, Mariam mengaku dalam sebuah laboratorium pembibitan, terdapat empat ruang utama. Ruang itu dinamakan, Ruang Persiapan, Ruang Larva, Ruang Alga dan Ruang Pompa. Berbeda dengan ruang persiapan yang masih memperlihatkan kolektor-kolektor yang masih kosong, di Ruang Larva, delapan tangki raksasa memenuhi ruangan. Tangki-tangki yang memenuhi ruangan itu, ternyata berisi jutaan larva kerang mutiara.


“Di ruang larva, semua larva ditampung selama satu bulan, satu tangki berisi 15 sampai 20 juta larva. Untuk memberi makan larva-larva tersebut, kita juga memiliki ruang khusus yang dinamakan ruang alga. Ditempat ini makanan kerang mutiara yang masih berbentuk larva dibuat dan dibudidayakan,” tambah Mariam.


Proses yang tidak kalah rumit, menurut Mariam adalah pada saat kolektor-kolektor berisi bibit-bibit kerang mutiara dilepaskan kelaut, karena tingkat kematian pada saat pemindahan ini sangat tinggi, bahkan bisa mencapai 60 persen. “Belum tentu bibit kerang mutiara yang kita pelihara di laboratorium bisa bertahan. Belum lagi termasuk gangguan ikan-ikan yang memakan kerang. Untuk itu kolektor kita lapisi dengan semacam karung goni,” kata Mariam menerangkan.


Setelah puas menyaksikan proses pembibitan kerang mutiara di dalam laboratorium, proses pembudidayaan kerang mutiara yang tidak kalah menarik adalah, mengamati proses pertumbuhan kerang di laut. “Setelah kerang cukup berukuran 5 hingga 7 cm, kerang kita pindahkan lagi kedalam kolektor yang lebih besar, jika kerang sudah memasuki ukuran 10 hingga 14 cm mereka kita pindahkan lagi. Pada ukuran seperti ini, biasanya satu kolektor hanya berisi empat kerang saja,” ujar Mariam lagi.


Berjarak lebih kurang 500 meter dari pantai, kerang-kerang mutiara yang telah dipindahkan kelaut, memang membutuhkan penjagaan yang ektra ketat. Hal itu tentu saja tidak berlebihan, karena bisnis kerang mutiara bukanlah bisnis yang tanpa resiko. “Karena faktor keamanan itulah, setiap tempat pembudidayaan kerang mutiara selalu membuat rumah terapung sebagai tempat penjagaan,” katanya lagi. (bernadette lilia nova)

Tidak ada komentar: