Sabtu, 09 Februari 2008

Djeladjah Kota Toea Djakarta I

Djelajah Kota Toea DJakarta

Menjelajahi bangunan kuno di kota tua Jakarta, seperti menyaksikan pergolakan dan perubahan sejarah.

Matahari masih malu-malu menyapa pagi, udara dingin dan mendung tipis menggelayut di angkasa. Membuat banyak orang enggan beranjak dari selimut dan kamar yang nyaman. Namun, suasana pagi yang dingin, mendung yang menggayut tipis, tidak membuat hampir 400 peserta yang tergabung dalam acara Jelajah Kota Toea, yang diselenggarakan oleh Komunitas Jelajah Budaya bersama Museum Bank Mandiri, patah semangat untuk memulai pagi minggu itu dengan menjelajahi bangunan-bangunan tua, yang masih eksis berdiri di pojok Jakarta.

Keceriaan pagi itu, semakin terasa dengan penampilan peserta yang mengenakan seragam merah, dengan kartu anggota dikalungkan dileher. Seakan tidak mau melewatkan even sekecil apapun dalam Jelajah Kota Toea, yang diselenggarakan kali ini. Perlengkapan peserta tidak kalah menarik, seperti ransel besar berisi kamera, lengkap dengan tripot, hingga topi layaknya penjelajah.

Ketika jarum jam tepat diangka 08.00, lantai dua di Museum Bank Mandiri mulai memutarkan film-film tentang sejarah kota Jakarta tempo dulu. Dilanjutkan dengan pembagian peserta menjadi kelompok-kelompok kecil. Satu kelompok, berisikan lebih kurang 15 anggota dengan satu orang pemandu.


Kelompok pertama, yang menamakan diri sebagai kelompok Kung Fu The, mendapat kehormatan dipandu langsung oleh Ketua Komunitas Jelajah Budaya Kartum Setiawan. Kelompok ini, langsung saja mendapat kesempatan untuk melakukan perjalanan pertama mengunjungi bangunan-bangunan tua. Tidak heran, jika kemudian kelompok ini mengalami pembengkakan jumlah anggota, ketika para jurnalis dari media cetak dan elektronik, ikut bergabung dalam rombongan.

Mendung yang semula menggelayut di atas kota, perlahan-lahan hilang. Mataharipun mulai bersinar cerah. Penjelajahan menyusuri kota tua Jakartapun, dimulai dengan memasuki areal yang terkenal dengan nama, Kawasan Niaga Pasar Pagi Lama. Dalam sejarah dulunya, tempat ini adalah kawasan perniagaan ternama warga Cina, yang ditandai dengan Arsitektur bangunan yang rata-rata terbuat dari kayu dengan atap melengkung, khas arsitektur Cina di daerah asalnya.



Sepintas menyaksikan deretan toko-toko dengan warna coklat kusam, jendela-jendela yang berlapiskan debu tebal bahkan pecah diberbagai bagian, seolah menjadi pengingat, lamanya waktu yang telah dilewati tempat ini. Hal tersebut memang wajar saja, karena tercatat, sejarah Jakarta dimulai sekitar 3500 SM, diawali dengan terbentuknya pemukiman sejarah di sepanjang daerah aliran sungai Ciliwung. Seiring dengan berlalunya waktu, maka kampung-kampung kecilpun tumbuh, bahkan ada yang bertahan sampai sekarang yang di sebut Kampung Orang Cina (Pecinan).

Namun sayang, kenyamanan pejalan kaki di kota sebesar Jakarta, termasuk disepanjang jalan Pasar Pagi Lama, tidak memungkinkan rombongan untuk tetap bergerombol dalam satu kelompok, karena jalan raya yang sempit ditambah parkir mobil yang berdesakan di pinggir jalan, membuat suara sang pemandu dengan mikerophone-pun kalah dengan deru mobil dan lalu lalang kendaraan lainnya.

Suasana sedikit berbeda ketika rombongan melanjutkan perjalanan ke Jln Pasar Gelap. Di kawasan ini, jalanan semakin sepi. Hanya sesekali saja kendaraan melintas di jalan utama. Memasuki sebuah lorong sempit, rombongan disambut oleh sebuah bangunan kecil hanya dengan satu jendela terbuat dari papan. Sedangkan bagian bawah bangunan ini, berfungsi sebagai jalan umum.


“Rumah yang dibawahnya jalan umum tersebut, memiliki sebuah prasasti yang berisikan nama pemiliknya. Namun sayang untuk rumah-rumah tua milik pribadi seperti ini, data tentang rumah tersebut susah digali, karena banyak yang dibiarkan terbengkalai,” kata Kartum Setiawan.

Setelah rombongan kembali bersatu, dan jalanan sudah mulai lebar, perjalanan dilanjutkan menuju Toko Obat Lay An Tong. Bukti kejayaan toko obat ini terasa, ketika menyaksikan besarnya bangunan toko dan panjangnya lahan yang digunakan oleh toko tersebut. Zaman-zaman keemasan toko obat ini, juga ditandai dengan kokohnya pintu depan toko. Dibagian depannya saja, toko ini dilengkapi dengan jeruji-jeruji besi dan sebuah pintu kayu yang kokoh.

“Bangunan ini adalah bangunan asli, termasuk lantai dan semua bagian dinding dan atapnya. Keaslian lantai bisa dilihat dari jaraknya yang lebih rendah dari jalan raya di depannya yang telah mengalami beberapa kali peninggian. Hal itu membuat toko ini selalu kebanjiran ketika musim hujan,” tambah Kartum Setiawan.

Kesan suram dan kelamnya masa lalu, seakan segera terlupakan, ketika menyaksikan di depan Toko Obat Lay An Tong berdiri sebuah klenteng kecil dengan warna-warna cerah seperti, kuning dan merah. Kesan meriah kelenteng yang dinamakan dengan Budhi Dharma ini, semakin terasa dengan lambaian daun nyiur yang dipajang di depannya. “Walaupun kelenteng ini ukurannya kecil, namun kelenteng ini merupakan salah satu cagar budaya yang banyak dikunjungi,” terang Kartum lagi.

Melanjutkan perjalanan ke Jln Perniagaan yang dulunya bernama Jln Patekoan, suasana kembali terasa seperti mundur kebeberapa abad sebelumnya, apalagi ditambah dengan terlihatnya sebuah bangunan yang dikenal dengan sebutan Rumah Keluarga Souw. Rumah keluarga ini menjadi sangat terkenal bukan saja dikalangan masyarakat Cina masa itu, namun orang-orang Batavia waktu itu juga mengenalnya dengan baik.

Kisah keterkenalan Keluarga Souw dimulai sejak tahun 1659, ketika Gan Djie pindah ke Batavia dan tinggal disebuah rumah yang sekarang disebut Perniagaan (Patekoan). Di Batavia, ia berjualan hasil bumi. Karena sifat baiknya dan suka menolong, dalam waktu singkatGan Djie menjadi salah satu orang terkemuka di Batavia. . “Dalam sejarahnya, rumah Keluarga Souw sering kali didatangi oleh pejalan kaki, karena di depannya terdapat teko-teko teh, yang diberikan gratis kepada pejalan kaki. Lama kelamaan jalan diareal rumah keluarga Souw terkenal dengan sebutan Patekoan, yang berasal dari sejarah tersebut,” terang Kartum lagi.

Hingga sekarang, Rumah Keluarga Souw, masih terawat dengan baik dan masih didiami oleh keturunan dari Souw. Bahkan bangunan asli masih bisa ditemukan dengan mudah, karena walaupun sudah termasuk bergaya kuno, namun bangunan berdinding gelap dan atap juga berwarna gelap ini masih kokoh berdiri. (bernadette lilia nova)

Tidak ada komentar: