Selasa, 18 November 2008

Pulau Renda 2

Mangrove Dan Kearifan Lokal


Tidak mudah mengubah sebuah tradisi. Apalagi jika berhubungan dengan hajat hidup masyarakat. Namun berkat kecintaan terhadap laut dan lingkungan disekitarnya, masyarakat Suku Bajo di Pulau Renda mampu mengubah kebiasaan yang telah mengakar turun temurun. Perubahan yang dilakukan mulai dari cara menangkap ikan dengan pengeboman menjadi pembuatan keramba tancap.



Kebiasaan lainnya yang juga berubah drastis pada masyarakat adalah kemampuan menghargai alam. Ditandai dengan kemauan untuk menanam dan menjaga mangrove. "Kalau tidak ada pelatihan dan penyuluhan, saya sama sekali tidak tahu apa itu mangrove. Saya juga tidak tahu bagaimana menanam rumput laut," kata Pengawas Koperasi Bungin Sikalangkah yang juga warga Pulau Renda Rasman.

Berkat kepedulian masyarakat, kini disekeliling pulau telah ditanam ribuan batang mangrove. Penanaman pertama dilakukan tahun 2006 sebanyak 16 ribu pohon dan dilanjutkan tahun 2007 sebanyak 20 ribu batang mangrove. "Agar jerih payah penanaman mangrove tidak sia-sia, masyarakat diberi ganjaran bila menebang atau merusak pohon. Ganjaran bisa berupa pengambilan barang-barang hingga penyitaan kapal," tambah Rasman lagi.

Berkat mangrove yang telah mulai tumbuh disekeliling pulau, ditambah peraturan yang kemudian menjadi kearifan lokal, kini masyarakat sudah bisa menikmati hasil dari mangrove yang mereka tanam. "Dengan adanya mangrove yang mulai tumbuh, masyarakat bisa mendapatkan rajungan dan bisa menangkap ikan dengan mudah. Itu juga menjadi tambahan mata pencarian bagi mereka," ujar dia.

Penanaman bibit mangrove di Pulau Renda bukan tanpa alasan. Pulau Renda yang dalam bahasa Bajo berarti pulau yang terapung dipilih karena pinggir pantai pulau ini menjadi tempat favorit bagi ikan-ikan untuk bertelur. "Itu salah satu alasan mengapa kita memilih Renda, Alasan lainnya adalah dibandingkan dengan pulau-pulau lainnya yang terdekat, Renda adalah pulau paling tertinggal dibidang ekonomi," Kata Sekretaris DKP Kabupaten Muna La Djono.

Ditambahkan Djono, sejak adanya mangrove, rumput laut dan keramba tancap, masyarakat sama sekali tidak pernah lagi mencari ikan dengan bom ikan. Kearifan itu sesuai dengan tulisan yang bisa dilihat di gerbang pulau. Tulisan itu berbunyi tamakaya alah patanansta itu baka xasisibodangka pagai. Kasalaxatang ampohra tika kabala alah. Dalam bahasa Indonesia berarti kita pelihara lingkungan tempat tinggal kita dan sekitarnya, untuk keselamatan kampung kita dari bencana alam. (bernadette lilia nova)


Tidak ada komentar: