Selasa, 18 November 2008

Pulau Renda 1

Merajut Asa Di Pulau Renda


Dihuni oleh Suku Bajo yang terkenal sebagai manusia laut, Pulau Renda mencoba mengembangkan potensi diri berlatar belakang keindahan alam .


Hembusan angin semilir dan matahari yang bersinar cerah, menjadi waktu paling tepat untuk mengunjungi pulau kecil di Tenggara Sulawesi. Pulau dengan luas 218 km persegi itu terkenal dengan nama Pulau Renda. Terletak di Kecamatan Napabalano, Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara. Untuk bisa mengunjungi pulau yang masih asri itu, bisa menyeberang dari Pelabuhan Tampo selama satu jam dengan perahu yang bisa disewa dari penduduk setempat.


Warna laut yang kebiruan, sesekali terlihat ikan-ikan terbang melayang menghindari perahu, membuat penyeberangan terasa menyenangkan. Setelah satu jam bermain dengan ombak dan gelombang yang tidak terlalu besar, pulau kecil yang dulu dikenal dengan nama Bungin Sikalangkah, terpampang di depan mata. Sebuah dermaga yang belum jadi dan gapura berwarna gading menjadi penyambut selamat datang bagi siapapun yang menginjakkan kaki di pulau itu.

Pulau Renda sendiri dihuni oleh mayoritas Suku Bajo dengan jumlah 101 kepala keluarga berdasarkan data tahun 2007. Karena Suku Bajo terkenal memiliki jiwa pelaut dan tidak bisa hidup jauh dari laut, mereka membangun rumah di atas air di pinggir-pinggir pantai. Rumah-rumah berdinding anyaman bambu itu tertata cukup rapi. Sehingga jauh dari kesan kumuh. Anak-anak yang berenang ceria di pantai atau di bawah kolong rumah mereka, menjadi warna keseharian di pulau ini.

Kesederhanaan hidup yang bersahaja, sangat terasa. Walaupun begitu, berbagai fasilitas dan sarana umum sudah bisa ditemukan di dalam pulau yang berbatasan dengan Pulau Bontu-Bontu disebelah utara ini. Tidak jauh dari kebun kelapa milik masyarakat, berdirilah sebuah mesjid. Terdapat pula sebuah sekolah dasar, sehingga anak-anak pulau bisa mengenyam pendidikan dasar di pulau mereka sendiri. Di pulau yang terkenal dengan legenda bintang lautnya ini, juga terdapat pusat kesehatan masyarakat.

"Awalnya sebelum ada program Marine and Coastal Resources Management Project dan program Small Scale Natural Resources Management dari Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), masyarakat tidak tahu cara memelihara laut dan pantai," kata Sekretaris DKP Kabupaten Muna La Djono.

Sebelum program pemeliharaan sumber daya laut digalakkan seperti, melatih masyarakat membuat keramba tancap, budidaya rumpul laut dan penanaman terumbu karang, masyarakat Suku Bajo yang berdiam di Pulau Renda hanya bisa mencari ikan dengan menggunakan bom ikan. "Program itu mulai diuji coba tahun 2003. Sejak itulah pola mencari nafkah Suku Bajo di Pulau Renda berubah," ujar La Djono lagi.

Dalam program tersebut, selain diberi bantuan dana bergilir, masyarakat juga dilatih untuk mengolah sumber daya alam yang dimiliki. Perubahan dari menangkap ikan dengan bom, kini mulai berganti dengan dibuatnya keramba-keramba tancap. Keberadaan keramba selain sebagai mata pencarian masyarakat, bisa pula menjadi tontonan menarik pengunjung yang datang ke pulau itu. Di keramba yang berjarak 20 meter dari pantai, bisa dilihat proses pemberian makan ikan kerapu. Berbagai jenis ikan kerapu dipelihara, mulai dari kerapu macan, kerapu tikus hingga kerapu lumpur.

Harga ikan kerapu yang cukup mahal, bisa mencapai Rp 200.000 setiap satu kilogramnya, membuat memelihara ikan kerapu menjadi mata pencarian utama masyarakat Pulau Renda sekarang.. Selain membuat keramba tancap, masyarakat juga membudidayakan rumput laut yang dipanen 45 hari sekali. "Hasil panen yang didapatkan oleh masyarakat mulai dari ikan kerapu dan rumput laut, biasanya dibeli olah pengumpul yang datang. Kadang-kadang pula masyarakat menjual langsung ke pulau-pulau terdekat," kata Mantan Ketua Koperasi Bungin Sikalangkah Ahmad Yadi.

Satu-satunya kendala yang dihadapi oleh masyarakat Suku Bajo di Pulau Renda menurut Yadi adalah tidak terdapatnya sumur air tawar. Untuk keperluan air tawar, masyarakat menampung air hujan di dalam bak penampungan air. Jika hujan lama tidak turun dan bak penampungan air sudah kering, Suku Bajo akan berangkat membeli air ke pulau-pulau terdekat. "Saya yakin masyarakat bisa mendapatkan air bersih dengan mengebor tanah. Itu telah dilakukan oleh pulau-pulau lain dan mereka mendapatkan air bersih. Kita masih menunggu bantuan untuk itu," terang Yani.

Kesederhanaan masyarakat Pulau Renda dengan Suku Bajo di dalamnya, bisa menjadi contoh penghuni pulau kecil lainnya di Indonesia, untuk memberdayakan potensi alam yang bisa diolah. Hingga masyarakat bisa merenda sebuah asa yang tidak sia-sia, seperti di Pulau Renda misalnya. (bernadette lilia nova).

Tidak ada komentar: