Kamis, 27 November 2008

Pulau Galang 1

Menyusuri Sejarah Kamp Pengungsi Vietnam

Bekas kamp pengungsian Vietnam yang masih bisa ditemukan jejak dan cerita sejarah di dalamnya terdapat di Pulau Galang, Batam, Kepulauan Riau.

Batam adalah sebuah pulau yang penuh dengan kejutan. Kota kepulauan yang berbatasan langsung dengan Singapura itu dikenal sebagai kota bisnis dan tidak banyak yang mengekspose potensi alam yang ada di dalamnya. Karena setiap kali mengunjungi Batam, kebanyakan orang hanya ingin berbisnis atau membeli barang-barang elektronika.

Selain keindahan Jembatan Barelang, Batam ternyata juga memiliki Pulau Galang dengan sejarah kemanusiaan yang penting bagi masyarakat internasional. Bagaimana tidak, di pulau yang telah dihubungkan dengan jembatan tersebut, pernah bermukim 250.000 warga negara Vietnam yang mengungsi dari negaranya akibat perang saudara tahun1975.


Dari pusat kota Batam, dibutuhkan 1,5 jam untuk sampai ke tempat itu. Selain itu dibutuhkan pula kesabaran, karena jalanan yang ditempuh adalah jalanan yang masih sepi dan jalan raya yang dilalui sangat lurus, sehingga terkesan membosankan. Bagi pengunjung yang ingin menyaksikan sendiri jejak sejarah yang masih tersisa di pulau ini harus waspada dengan kondisi mobil yang digunakan. Karena sepanjang jalan hingga ketujuan, tidak ada satupun SPBU.

Setelah melewati lima rangkaian jembatan yang menghubungkan Batam dengan pulau-pulau kecil disekitarnya, jalanan akan semakin sepi apalagi ketika memasuki gerbang yang bertuliskan Galang Refugee Camp Memorial. Suasana ala perkampungan Vietnam mulai terasa, apalagi ketika rombongan kecil dari Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (Budpar RI), melewati sebuah monumen bernama Humanity Statue. Dari tulisan di dekat patung, tertulis bahwa patung itu didirikan oleh para pengungsi untuk mengingat musibah yang menimpa wanita bernama Tinh Nhan. Perempuan itu diperkosa oleh sesama pengungsi di lokasi di mana patung itu kini berada. Tinh Nhan bunuh diri tidak lama setelah itu.

Semakin memasuki areal pengungsian ini, suasana semakin sunyi. Tidak jauh dari tugu kemanusiaan, mata akan tertumbuk pada Pemakaman Ngha Trang. Di areal ini terdapat 503 makam. Di pintu masuk makam tertulis,dedicated to the people who died in the sea on the way to freedom.

Walaupun terkadang terasa mencekam, namun Camp Sinam tetap menarik dengan keberadaan perahu yang digunakan pengungsi untuk menyeberang ke Pulau Galang. Perahu itu dijadikan sebagai simbol penderitaan pengungsi. Lebih keatas lagi, terdapat sebuah barak lengkap dengan ruangan penjara dibagian bawahnya. "Ketika kamp pengungsian ini dibangun, ada pula masyarakatnya yang melakukan tindak kriminal. Makanya dibangun pula penjara," kata Kepala Administrasi Camp Sinam Said Adnan.

Berhadap-hadapan dengan barak dan penjara, terdapat komplek museum. Walaupun kecil namun kenangan atas keberadaan pengungsi Vietnam terasa kental. Apalagi karena di dalam museum bisa ditemukan ribuan foto wajah pengungsi dalam dua warna, hitam putih. Terdapat pula puluhan patung Budha dan Bunda Maria yang digunakan masyarakat untuk beribadah.

"Secara garis besar pengungsian ini dibagi menjadi Galang satu dan Galang dua, namun sarananya sangat lengkap waktu itu. Ada rumah sakit, youth center, kelenteng hingga gereja," tambah Adnan lagi.

Walaupun sarat dengan kenangan bersejarah, banyak pula bagian dari kamp pengungsian ini yang dibiarkan hancur. Disepanjang jalan, banyak terlihat barak yang sangat tidak terawat. Bahkan terdapat barak yang mulai miring menunggu roboh dengan rumput yang tumbuh menjalar hingga ke atap. Suasana semakin mencekam ketika melewati sebuah bangunan besar. Bangunan itu berisi puluhan mobil berbagai jenis yang sudah dimakan karat. "Sebagian dari kamp ini diperbaiki seperti bekas penjara, rumah sakit milik UNHCR. Bahkan gereja katholik di komplek ini masih sangat terawat," terang Adnan lagi.


Camp Sinam yang mulai dibangun era Soeharto atas bantuan dana dari UNHCR yaitu organisasi di PBB yang menangani pengungsi ini, sebenarnya sangat cocok dijadikan sebagai objek wisata sejarah yang tidak mungkin terlupa. Walaupun bagi masyaraka Indonesia Camp Sinam menjadi kebanggaan tersendiri, karena bisa membantu pengungsi korban perang, namun tidak demikian dengan pemerintah Vietnam sekarang. "Bagi Indonesia itu adalah bentuk tingginya toleransi pada pengungsi perang. Namun ternyata Pemerintah Vietnam sekarang menganggap sebagai aib," kata Kadin Pariwisata Kota Batam Muchsin.

Bagian lain dari tempat pengungsian yang tetap berdiri dengan anggun adalah sebuah gereja yang dibangun dengan nama Gereja Maria Dikandung Tanpa Noda. Dihalaman bangunan ibadah ini masih bahkan ada patung perahu dengan Bunda Maria di atasnya. Untuk mencapai gereja ini, tersedia pula sebuah jembatan yang masih kokoh hingga kini.

Tercatat Pulau Galang mencuat namanya sekitar tahun 1970-an .Adalah UNHCR (United Nation High Commission for Refugees) yang memprakarsai dibangunnya kamp pengungsian ini. "Setelah Camp Sinam ditutup, para pengungsi banyak yang pindah ke negara-negara ketiga. Bahkan 2005 masih ada pengungsi yang datang untuk melakukan reuni di pulau tersebut," tambah Muchsin. (bernadette lilia nova)

Tidak ada komentar: