Sabtu, 09 Agustus 2008

Berlayar Di Negeri Pelaut III

Disambut Tarian Gadis Rote

Irama musik yang ceria, gemulai gadis-gadis berbusana tradisional dengan motif tenun yang cantik, menjadi pemandangan menarik yang tidak bisa dilewatkan oleh wisatawan mancanegara ataupun wisatawan lokal. Selain menari diiringi oleh irama musik, debur ombak yang mengempas pasir juga menambah meriah suasana.

Enam remaja yang menari di atas panggung, ternyata menarikan tarian selamat datang khusus untuk para tamu yang datang. Enam penari putri tersebut tergabung dalam Sanggar Tari Bolele Bo dari Namosae, Pulau Rote.

Tarian selamat datang yang mereka bawakan dengan gerak yang gemulai, ternyata dulunya ditarikan khusus untuk menyambut para prajurit yang pulang dari medan perang. Dengan tarian selamat datang yang juga berjudul Bolele Bo tersebut diharapkan para prajurit kembali merasa gembira karena telah pulang dengan selamat.

"Kita sering tampil diacara-acara penyambutan tamu kenegaraan, selain itu kita juga tampil di acara dengan banyak pengunjung seperti di festival," kata koreografer Tarian Selamat Datang Bolele Bo Novi Nubatonis.


Jika dulunya tarian selamat datang dilangsungkan untuk menyambut para prajurit yang pulang dari medan laga, sekarang seiring perkembangan zaman tarian perang bisa ditampilkan dalam berbagai kesempatan. Bahkan mengalami modifikasi yang disesuaikan dengan keadaan sekarang yang damai dan tanpa pertempuran.


Kecantikan gadis-gadis dari Pulau Rote yang terkenal dengan legenda nenek dan cucunya tersebut semakin memikat dengan asesoris tradisional yang mereka kenakan. Sebuah tiara kuning emas menjadi penghias kepala dan gelang-gelang tradisional menghasilkan suara gemerincing membuat tarian yang mereka bawakan semakin memikat.


Berbagai jenis tarian tradisional selalu menjadi tari penyambutan tamu oleh masyrakat Rote, diantaranya Tarian Kakamusu, Teorenda, Taebenu, Teotona, Lendondao dan Kebelai. “Kain tenun yang dikenakan dalam tarian selamat datang tradisional Rote melambangkan tingginya martabat dan harga diri masyarakat Rote,” kata Novi Nubatonis.


Hal tersebut memang beralasan, karena di Rote sendiri, kain tenun ikat memiliki ciri khas dan motif yang berbeda dibandingkan dengan kabupaten lainnya di Kupang. Kain tenun ikat ala Rote memiliki motif garis-garis lurus yang selalu diselingi oleh motif siku. Sedangkan warna dari tenun ikat Rote selalu mengombinasikan tiga warna utama, hitam, putih dan merah. “Dengan kain tradisional seperti itulah tamu kita sambut, maksudnya agar saling menghormati dan menghargai,” tambah Novi lagi. (bernadette lilia nova)

Tidak ada komentar: