Selasa, 18 November 2008

Kendari 1

Taman Dan Teluk Di Dalam Kota

Mengunjungi Kendari belumlah lengkap sebelum duduk di taman kotanya atau makan malam disepanjang pantai yang menawarkan ketenangan.


Matahari bersinar cerah dan angin yang bertiup bebas menyegarkan, adalah dua hal yang sangat mudah ditemukan di Kendari (Sulawesi Tenggara). Dari Jakarta untuk mencapai Kendari, Pesawat akan transit terlebih dahulu di Makassar. Terkadang transit ini bisa memakan waktu enam jam. Karena memang rute penerbangan ke Kendari hanya dilakukan dua kali sehari, pagi dan sore hari saja.

Demikian pula dengan kesibukan Bandar Udara Wolter Mongonsidi di Kendari. Pada siang hari akan ditutup. Bandara hanya dibuka pada jam-jam kedatangan dan keberangkatan pesawat saja. Bersantai sambil melepaskan lelah bisa dilakukan di bandara ini, karena sepi dan jauh dari kesan bising seperti Jakarta atau kota-kota besar lainnya.

Dengan duduk di kursi tunggu bandara, sambil menghirup secangkir kopi atau teh yang banyak dijual di kafe-kafe bandara, karakter Kota Kendari akan terlihat berbukit-bukit. Jika Sudah bosan menikmati pemandangan tersebut, bisa memilih taman bersantai yang banyak dikunjungi oleh anak-anak muda di Kendari, untuk menikmati keindahan dan kesejukan kolaborasi taman dan teluk di dalam kota.

Taman kota itu terletak di Jalan Sultan Hassanuddin. Dari bandara hanya dibutuhkan waktu lebih kurang 30 menit berkendara untuk mencapainya. Di taman ini selain dimanjakan dengan kesejukan dan kehijauan pemandangan, juga bisa dinikmati hamparan Teluk Kendari yang membentang di depannya.

Keunggulan lain dari taman kota di Kendari ini adalah, keberadaannya yang cukup terawat dan bersih. Taman kota ini semakin menarik dengan keberadaan patung-patung pemuda dan pemudi Kendari yang tengah menarikan tarian tradisional bernama Tarian Lulo yang melambangkan persahabatan anak muda di Kendari. Tugu itu menggambarkan pemuda dan pemudi yang tengah menari membentuk lingkaran dibuat lengkap dengan busana tradisional yang berwarna-warni.

"Tarian tradisional tersebut biasanya dibawakan ketika ada pesta-pesta besar. Walaupun demikian hingga sekarang tarian itu masih ditampilkan," kata salah seorang masyarakat kendari yang membuka usaha perhotelan di depan taman kota, Harisi Waingapu.

Keindahan taman kota dengan hamparan teluk yang membiru di depannya, semakin menarik dengan keberadaan tumbuh-tumbuhan dan bunga teratai yang bermekaran di dalamnya. Duduk di taman kota ini, suasana benar-benar tenang. Tidak heran jika pagi dan sore hari banyak orang datang dan menikmati keindahannya.

Taman kota dan Teluk Kendari hanya dibatasi oleh sebuah jalan raya. Setelahnya birunya air teluk sudah bisa dinikmati sambil duduk di taman ini. "Semakin sore semakin banyak orang datang ke taman ini. Karena disepanjang bibir pantai banyak yang berjualan makanan. Makanan bahkan dijual hingga tengah malam," kata Harisi lagi.

Bukan saja makanan yang dicari banyak orang yang datang pada malam hari di taman kota ini. Namun menikmati angin laut sambil duduk ditembok-tembok pembatas laut dengan jalan raya, menjadi pilihan yang perlu dicoba. Karena dengan duduk di malam hari di pinggir teluk, lautnya akan seperti dipenuhi oleh kunang-kunang yang berkelip dan terbang kesana kemari.

Padahal cahaya itu sebenarnya berasal dari perahu nelayan yang tengah melaut dengan lampu kecil sebagai penerangan. Jika mengunjungi Kendari, cobalah duduk di taman kota, hingga malam hari. Suasana akan terasa benar-benar berbeda dan mampu menenangkan jiwa setelah lelah seharian dalam perjalanan. (bernadette lilia nova)

Kendari 2

Rusa Di Taman Kota

Berbeda dengan banyak daerah di Indonesia yang penduduknya memelihara kambing ataupun sapi sebagai matapencarian, di Kendari banyak penduduk memelihara rusa. Terkadang untuk memberi makan rusa-rusanya, penduduk setempat mengikatkan rusanya di taman kota. Karena memang taman kota memiliki rumput segar yang bisa dimakan oleh para rusa.

Keberadaan rusa di dalam taman kota ini sebenarnya dilarang. Namun penduduk tetap saja membiarkan rusa-rusanya makan dari rumput di dalam taman. Karena memang rumput di taman pemotongannya belum dilakukan dengan teratur. Sehingga ketika rumput mulai meninggi penduduk memilih taman kota sebagai tempat makan rusa-rusanya.

Keberadaan rusa-rusa ini sebenarnya tidak terlalu menganggu pengunjung taman. Karena rusa yang diletakkan di taman terlebih dahulu diikat, sehingga tidak berkeliaran jauh ke dalam taman. Rusa hanya menempati pojok kecil taman saja. Namun keberadaannya terkadang menarik minat anak-anak untuk mendekat. Menyentuh rusa dan mengelus kepalanya, mungkin hanya bisa dilakukan di tempat ini. Karena rusa yang dipelihara di dalam taman kota tersebut sudah sangat jinak.

"Keberadaan rusa di taman kota ini, kalau menurut orang-orang yang tidak sering melihatnya, merupakan penambah cantik taman ini. Saya sendiri tidak terganggu dengan keberadaannya. Bahkan saya menyarankan agar rusa itu dilepaskan saja dari talinya agar lebih leluasa berkeliaran di taman," kata pengunjung taman yang juga warga Kendari Budiman.

Rusa di taman kota menurut pria yang baisa disapa dengan panggilan Budi tersebut, menjadikan taman kota memiliki keunikan dan ciri khasnya. Karena dibanyak kota, taman-taman hanya dimeriahkan oleh tugu dan sama sekali tidak memiliki binatang di dalamnya. "Walaupun rusa itu dipelihara oleh masyarakat, Menurut saya keberadaannya menambah cantik taman ini," terangnya. (bernadette lilia nova)

Pulau Renda 1

Merajut Asa Di Pulau Renda


Dihuni oleh Suku Bajo yang terkenal sebagai manusia laut, Pulau Renda mencoba mengembangkan potensi diri berlatar belakang keindahan alam .


Hembusan angin semilir dan matahari yang bersinar cerah, menjadi waktu paling tepat untuk mengunjungi pulau kecil di Tenggara Sulawesi. Pulau dengan luas 218 km persegi itu terkenal dengan nama Pulau Renda. Terletak di Kecamatan Napabalano, Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara. Untuk bisa mengunjungi pulau yang masih asri itu, bisa menyeberang dari Pelabuhan Tampo selama satu jam dengan perahu yang bisa disewa dari penduduk setempat.


Warna laut yang kebiruan, sesekali terlihat ikan-ikan terbang melayang menghindari perahu, membuat penyeberangan terasa menyenangkan. Setelah satu jam bermain dengan ombak dan gelombang yang tidak terlalu besar, pulau kecil yang dulu dikenal dengan nama Bungin Sikalangkah, terpampang di depan mata. Sebuah dermaga yang belum jadi dan gapura berwarna gading menjadi penyambut selamat datang bagi siapapun yang menginjakkan kaki di pulau itu.

Pulau Renda sendiri dihuni oleh mayoritas Suku Bajo dengan jumlah 101 kepala keluarga berdasarkan data tahun 2007. Karena Suku Bajo terkenal memiliki jiwa pelaut dan tidak bisa hidup jauh dari laut, mereka membangun rumah di atas air di pinggir-pinggir pantai. Rumah-rumah berdinding anyaman bambu itu tertata cukup rapi. Sehingga jauh dari kesan kumuh. Anak-anak yang berenang ceria di pantai atau di bawah kolong rumah mereka, menjadi warna keseharian di pulau ini.

Kesederhanaan hidup yang bersahaja, sangat terasa. Walaupun begitu, berbagai fasilitas dan sarana umum sudah bisa ditemukan di dalam pulau yang berbatasan dengan Pulau Bontu-Bontu disebelah utara ini. Tidak jauh dari kebun kelapa milik masyarakat, berdirilah sebuah mesjid. Terdapat pula sebuah sekolah dasar, sehingga anak-anak pulau bisa mengenyam pendidikan dasar di pulau mereka sendiri. Di pulau yang terkenal dengan legenda bintang lautnya ini, juga terdapat pusat kesehatan masyarakat.

"Awalnya sebelum ada program Marine and Coastal Resources Management Project dan program Small Scale Natural Resources Management dari Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), masyarakat tidak tahu cara memelihara laut dan pantai," kata Sekretaris DKP Kabupaten Muna La Djono.

Sebelum program pemeliharaan sumber daya laut digalakkan seperti, melatih masyarakat membuat keramba tancap, budidaya rumpul laut dan penanaman terumbu karang, masyarakat Suku Bajo yang berdiam di Pulau Renda hanya bisa mencari ikan dengan menggunakan bom ikan. "Program itu mulai diuji coba tahun 2003. Sejak itulah pola mencari nafkah Suku Bajo di Pulau Renda berubah," ujar La Djono lagi.

Dalam program tersebut, selain diberi bantuan dana bergilir, masyarakat juga dilatih untuk mengolah sumber daya alam yang dimiliki. Perubahan dari menangkap ikan dengan bom, kini mulai berganti dengan dibuatnya keramba-keramba tancap. Keberadaan keramba selain sebagai mata pencarian masyarakat, bisa pula menjadi tontonan menarik pengunjung yang datang ke pulau itu. Di keramba yang berjarak 20 meter dari pantai, bisa dilihat proses pemberian makan ikan kerapu. Berbagai jenis ikan kerapu dipelihara, mulai dari kerapu macan, kerapu tikus hingga kerapu lumpur.

Harga ikan kerapu yang cukup mahal, bisa mencapai Rp 200.000 setiap satu kilogramnya, membuat memelihara ikan kerapu menjadi mata pencarian utama masyarakat Pulau Renda sekarang.. Selain membuat keramba tancap, masyarakat juga membudidayakan rumput laut yang dipanen 45 hari sekali. "Hasil panen yang didapatkan oleh masyarakat mulai dari ikan kerapu dan rumput laut, biasanya dibeli olah pengumpul yang datang. Kadang-kadang pula masyarakat menjual langsung ke pulau-pulau terdekat," kata Mantan Ketua Koperasi Bungin Sikalangkah Ahmad Yadi.

Satu-satunya kendala yang dihadapi oleh masyarakat Suku Bajo di Pulau Renda menurut Yadi adalah tidak terdapatnya sumur air tawar. Untuk keperluan air tawar, masyarakat menampung air hujan di dalam bak penampungan air. Jika hujan lama tidak turun dan bak penampungan air sudah kering, Suku Bajo akan berangkat membeli air ke pulau-pulau terdekat. "Saya yakin masyarakat bisa mendapatkan air bersih dengan mengebor tanah. Itu telah dilakukan oleh pulau-pulau lain dan mereka mendapatkan air bersih. Kita masih menunggu bantuan untuk itu," terang Yani.

Kesederhanaan masyarakat Pulau Renda dengan Suku Bajo di dalamnya, bisa menjadi contoh penghuni pulau kecil lainnya di Indonesia, untuk memberdayakan potensi alam yang bisa diolah. Hingga masyarakat bisa merenda sebuah asa yang tidak sia-sia, seperti di Pulau Renda misalnya. (bernadette lilia nova).

Pulau Renda 2

Mangrove Dan Kearifan Lokal


Tidak mudah mengubah sebuah tradisi. Apalagi jika berhubungan dengan hajat hidup masyarakat. Namun berkat kecintaan terhadap laut dan lingkungan disekitarnya, masyarakat Suku Bajo di Pulau Renda mampu mengubah kebiasaan yang telah mengakar turun temurun. Perubahan yang dilakukan mulai dari cara menangkap ikan dengan pengeboman menjadi pembuatan keramba tancap.



Kebiasaan lainnya yang juga berubah drastis pada masyarakat adalah kemampuan menghargai alam. Ditandai dengan kemauan untuk menanam dan menjaga mangrove. "Kalau tidak ada pelatihan dan penyuluhan, saya sama sekali tidak tahu apa itu mangrove. Saya juga tidak tahu bagaimana menanam rumput laut," kata Pengawas Koperasi Bungin Sikalangkah yang juga warga Pulau Renda Rasman.

Berkat kepedulian masyarakat, kini disekeliling pulau telah ditanam ribuan batang mangrove. Penanaman pertama dilakukan tahun 2006 sebanyak 16 ribu pohon dan dilanjutkan tahun 2007 sebanyak 20 ribu batang mangrove. "Agar jerih payah penanaman mangrove tidak sia-sia, masyarakat diberi ganjaran bila menebang atau merusak pohon. Ganjaran bisa berupa pengambilan barang-barang hingga penyitaan kapal," tambah Rasman lagi.

Berkat mangrove yang telah mulai tumbuh disekeliling pulau, ditambah peraturan yang kemudian menjadi kearifan lokal, kini masyarakat sudah bisa menikmati hasil dari mangrove yang mereka tanam. "Dengan adanya mangrove yang mulai tumbuh, masyarakat bisa mendapatkan rajungan dan bisa menangkap ikan dengan mudah. Itu juga menjadi tambahan mata pencarian bagi mereka," ujar dia.

Penanaman bibit mangrove di Pulau Renda bukan tanpa alasan. Pulau Renda yang dalam bahasa Bajo berarti pulau yang terapung dipilih karena pinggir pantai pulau ini menjadi tempat favorit bagi ikan-ikan untuk bertelur. "Itu salah satu alasan mengapa kita memilih Renda, Alasan lainnya adalah dibandingkan dengan pulau-pulau lainnya yang terdekat, Renda adalah pulau paling tertinggal dibidang ekonomi," Kata Sekretaris DKP Kabupaten Muna La Djono.

Ditambahkan Djono, sejak adanya mangrove, rumput laut dan keramba tancap, masyarakat sama sekali tidak pernah lagi mencari ikan dengan bom ikan. Kearifan itu sesuai dengan tulisan yang bisa dilihat di gerbang pulau. Tulisan itu berbunyi tamakaya alah patanansta itu baka xasisibodangka pagai. Kasalaxatang ampohra tika kabala alah. Dalam bahasa Indonesia berarti kita pelihara lingkungan tempat tinggal kita dan sekitarnya, untuk keselamatan kampung kita dari bencana alam. (bernadette lilia nova)


Sabtu, 18 Oktober 2008

Minahasa Selatan



Pesona Air Hangat Pantai Moinit

Indonesia memiliki sumber daya alam nan memikat. Salah satu yang belum tersentuh adalah Pantai Moinit dengan mata air hangat di pantainya.

Menginjakkan kaki di Minahasa Selatan, suasana terasa benar-benar berbeda bila dibandingkan dengan Manado yang hanya berjarak 1,5 jam berkendara dengan menggunakan mobil. Di Manado proses pembangunan dikebut untuk menyongsong World Ocean Converence (WOC) Mei 2009 mendatang, termasuk dengan mereklamasi pantai dan membangun gedung-gedung baru yang membuat Manado memiliki wajah yang sangat modern.


Sedangkan Minahasa Selatan sebagai daerah baru, yang baru lima tahun menjadi kabupaten, kini juga sudah mulai sibuk dengan pembangunan sarana dan fasilitas untuk umum. Walaupun masih belum sebanyak di Manado, sarana umum yang bisa ditemui di jalan lintas Minahasa Selatan menuju Gorontalo terdapat tempat peristirahatan yang dibangun ala negeri-negeri barat yang modern.


Keunikan lainnya dari Minahasa Selatan adalah pemandangan alamnya yang indah. Hamparan bukit yang menghijau, lembah-lembah yang dalam juga pantai membuat Minahasa Selatan menjadi daerah yang memiliki sumberdaya yang lengkap. Mulai dari hasil pertanian, perikanan hingga pertambangan, daerah ini memilikinya.


Dari sekian banyak objek wisata di Minahasa Selatan, yang patut dijadikan referensi ketika berkunjung adalah keunikan Pantai Moinit. Dari pusat kota Minahasa Selatan, Amurang, dibutuhkan 15 menit perjalanan. Sesuai dengan namanya, Pantai Moinit terletak di Desa Moinit. Mendekati pantai ini, suasana semakin berbeda, karena pantai ini teduh dengan ditumbuhi pohon besar yang seakan menjadi penjaga pantai.


Dengan pasir halus dan pinggir pantai yang teduh, menjadikan Pantai Moinit banyak dikunjungi oleh wisatawn lokal apalagi pada hari-hari libur nasional. "Kita memiliki banyak sumber daya alam. Salah satu yang paling menarik adalah Pantai Moinit dengan mata air panas di pinggir pantai," kata Bupati Minahasa Selatan RM Luntuntungan.


Pantai Moinit, jika dilihat sepintas hampir sama dengan pantai-pantai lainnya di Indonesia. Hamparan air yang membiru, ombak yang saling berkejaran di pantai semua sama dengan pantai pada umumnya.


Namun jagan salah, di pantai ini, mengalir dari dalam bumi sebuah mata air hangat yang dianggap masyarakat berasal dari Gunung Soputan yang masih aktif. Untuk menemukan mata air hangat yang mengalir satu meter di bibir pantai tersebut tidak sulit. Karena 100 meter di depannya sudah di bangun tempat peristirahatan untuk pengunjung berupa pondok-pondok kecil.


Bagi pengunjung yang baru pertama kali datang, akan kesulitan menemukan mata air hangat yang mengalir bercampur dengan air laut tersebut. Karena untuk merasakan air hangat yang mengalir diantara ombak, kaki harus sedikit ditenggelamkan kedalam pasir karena mata airnya yang tertutup pasir. Jika telapak kaki telah menyibakkan sedikit lapisan pasir, air hangat akan mengalir deras dan semakin lama semakin panas.


"Pantai Mionit adalah salah satu pantai paling unik di Minahasa Selatan juga di Indonesia. Tidak ada pantai yang memiliki keunikan seperti di pantai ini," tambah Bupati yang juga musisi tersebut.
Untuk kedepannya, Rm Luntungan mengaku akan membangun berbagai sarana bagi kepentingan masyarakatnya. Karena menurutnya, Minahasa selatan memiliki kekayaan alam yang sangat kaya. "Tahun depan target kita pelabuhan internasional sudah rampung. Selain memudahkan masyarakat juga memberikan peluang kepada investor asing agar menanamkan modal di Minahasa Selatan," katanya.


Lebih lanjut ditambahkan RM Luntungan, objek wisata lainnya yang masih terus dikembangkan di Minahasa Selatan adalah areal pertanian seperti agro wisata dengan aneka tanaman seperti kentang, jagung dan stroberi. "Stroberi kita masih berusia tiga bulan. Target kita beberapa bulan mendatang kita akan panen sekaligus menjadikannya sebagai objek wisata," tutrnya. (bernadette lilia nova)

Utamakan Sarana Fisik

Selain hadir dengan pemandangan alam yang elok, dengan gunung, lembah dan laut, yang tidak kalah menarik di Minahasa Selatan adalah pembangunan fisik yang terus ditingkatkan. Salah satu sarana paling penting yang tengah dikebut adalah pembangunan tempat pengisian bahan bakar untuk masyarakat pesisir dan pembangunan sarana umum lainnya.


Hal tersebut cukup beralasan, karena masyarakat pesisir atau masyarakat nelayan adalah pilar utama untuk menjaga kelangsungan dan kelestarian lingkungan laut. Selain itu bagi mereka laut adalah sumber penghidupan dan mata pencaharian. Agar memudahkan para nelayan mendapatkan bahan bakar, untuk kapal-kapal, Departemen Kelautan Dan Perikanan (DKP RI), meresmikan Solar Packed Dealer Nelayan (SPDN) di Desa Mobongo, Kelurahan Kawangkoan Bawah, Kecamatan Amurang Barat, yang diresmikan oleh Dirjen KP3K DKP RI Syamsul Ma'arif.


Bahkan dilokasi yang sama, tahun 2009 mendatang sebuah pelabuhan internasional akan diremikan. Sekarang masih dalam tahap pembangunan. "Dengan adanya pelabuhan internasional di Minahasa Selatan, masyarakat kita tidak usah lagi membawa hasil panen ke luar kota lewat jalur darat yang panjang," kata Bupati Minahasa Selatan RM Luntungan.


Pentingnya keberadaan SPDN di pesisir disambut hangat oleh para nelayan di sepanjang pantai Teluk Amurang. Karena selama ini, masyarakat baru bisa mendapatkan bahan bakar untuk kapalnya di Manado. "Dengan SPDN ini, masyarakat nelayan jadi lebih mudah mendapatkan bahan bakar. Dengan adanya SPDN ini saya yakin nelayan bisa meningkatkan hasil tangkapannya," kata masyarakat Desa Mobongo Kuswara Amandalu.


Antusias masyarakat pesisir di Desa Mobongo menyambut diresmikannya SPDN di desa mereka ditunjukkan pula dengan menggelar permainan musik bambu yang dikombinasikan dengan terompet berukuran besar yang di Betawi dinamakan Tanjidor. "Selain potensi alam, kita juga mengangkat kesenian tradisional sebagai salah satu unggulan di daerah ini," katanya. (bernadette lilia nova)

Minggu, 14 September 2008

Manado 1

Bunaken Tidak Sebesar Namanya

Terkenal dengan keasrian terumbu karang dan aneka biota laut, Bunaken tetap menjadi daya tarik wisatawan untuk diving ataupun snorkeling. Walau tidak lagi sebesar namanya.

Angin sepoi-sepoi bertiup ramah, membuat perjalanan di Manado, Sulawesi Utara terasa menyegarkan. Kubah-kubah bangunan ibadah yang berwarna gading, menjadi penambah keelokan kota yang terkenal dengan sebutan Tinutuan atau Kota yang terkenal dengan Bubur Manadonya tersebut.

Hamparan birunya air laut dari Teluk Manado yang masih terus direklamasi, membuat wajah Manado semakin cantik dengan bangunan serba modern yang terus dibangun di pinggir-pinggirnya. Tanah hasil reklamasi di Manado digunakan untuk membangun ruko, padahal seharusnya digunakan untuk sarana pariwisata, namun secara umum, Manado adalah kota yang cantik dengan pemandangan alam termasuk lautnya yang memikat. Namun mengunjungi Manado, belumlah lengkap jika belum datang dan menikmati pagi hari di Taman Laut Bunaken.


Dari pusat kota Manado, pengunjung harus menyeberang dengan menggunakan kapal bermotor.Dibutuhkan waktu lebih kurang 45 menit untuk sampai di kawasan yang semakin terkenal ke dunia internasional karena keberadaan ikan purba bernama Choelachant, yang telah hidup sejak 400 tahun lalu dan hanya bisa ditemui di kawasan laut ini. "Untuk sekarang ikan purba di Bunaken masih tersisa sekitar enam ekor saja. Kepurbaan seekor ikan ditandai dengan siripnya yang masih terdiri dari tulang," kata Kepala Seksi Rehabilitasi Ekosistem Laut DKP RI Sadarun.

Birunya laut dengan air yang nyaris tanpa gelombang berarti, membuat penyeberangan menuju Bunaken menjadi perjalanan yang menyenangkan. Apalagi jika menyeberang dilakukan pagi hari. Matahari yang masih malu-malu dengan sinarnya yang redup, membuat penyeberangan terasa nyaman dan menyenangkan.

Sebuah dermaga bertuliskan Taman Laut Bunaken lengkap dengan peta Pulau Bunaken menjadi penyambut para tamu yang datang. "Setiap bulan berapa jumlah wisatawan yang datang kita data. Bahkan untuk Mei tahun ini saja bisa mencapai 1.135 wisatawan," kata Manager Visitor Center Taman Laut Bunaken Yusuf Kasehung.
Tercatat Taman Laut Bunaken memang menjadi salah satu daerah konservasi andalan di Indonesia. Selain wisata bahari seperti diving dan snorkeling, Pengunjung juga bisa mendaki Gunung Manado Tua yang juga terdapat di kawasan taman," tambah Yusuf.


Bagi mereka pecinta diving, kawasan konservasi yang memiliki luas 89,65 ribu hektar termasuk laut ini, juga memiliki 48 spot diving atau titik-titik selam yang memiliki terumbu karang dan biota laut yang bervariasi. Sedangkan bagi pengunjung yang tidak ingin basah namun tetap ingin menikmati pemandangan bawah laut, tersedia pula sebuah kapal dengan kabin terbuat dari kaca, sehingga pengunjung tetap bisa menikmati pesona bawah laut tanpa susah payah menyelam atau snorkeling.

Lewat kapal impor dari Australia yang bernama Sapsi dengan kapasitas 32 penumpang tersebut, ikan-ikan hias dan terumbu karang bisa terlihat dengan jelas. Sehingga keindahan sekaligus kerusakan karang bisa terlihat dengan sangat jelas. Demikian pula ketika rombongan Dirjen Kelautan menaiki kapal dan memasuki buritan. Keindahan laut Bunaken yang terkenalpun segera terhampar di depan mata.

Selama 45 menit di dalam Sapsi, laut Bunaken memang terlihat. Namun sayang sekali terumbu karang di kawasan ini mulai banyak yang mati ditandai dengan karang-karang yang mulai memutih. "Penanganan secepatnya harus dilakukan. kalau tidak terumbu karang kita akan semakin hancur," kata Dirjen KP3K DKP RI Syamsul Ma'arif.


Langkah awal yang harus dilakukan menurut Syamsul Maarif adalah pendekatan dengan masyarakat agar bisa menjaga dan memelihara laut dan semua kekayaan di dalamnya. "Karang yang telah rusak sebenarnya bisa saja kita perbaiki dengan pencangkokan karang. Namun hingga kini masih tetap menjadi kontroversi," katanya.

Lebih lanjut ditambahkannya, setelah melihat terumbu karang selama 45 menit di Bunaken, jelas sekali kerusakan yang terjadi rata-rata disebabkan oleh kesalahan manusia selain virus yang menyerang karang yang dinamakan Virus Blecing. "Walaupun sudah ada yang rusak, namun masih banyak spot diving di Bunaken yang indah. Sebelum ikut rusak tugas pemerintah dan masyarakat adalah menjaganya," ujarnya. (bernadette lilia nova)

foto by Bernadette Lilia Nova

Manado 2

Gugah Kesadaran Lewat Konferensi

Sebagai negeri bahari terbesar di dunia, sudah saatnyalah Indonesia memiliki komitmen yang kuat untuk menjaga dan melindungi kekayaan bahari yang dimilikinya. Pemeliharaan itu bisa saja dilakukan dengan membuat kebijakan tentang laut. Misalnya kebijakan yang berfungsi untuk melindungi kekayaan yang dimiliki atau mengeluarkan peraturan untuk melindungi sumber daya tersebut.


Salah satu cara melindungi laut dan kekayaan di dalamnya Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP RI), menggelar Konferensi Nasional (Konas VI) tentang Pesisir dan lautan 26-29 Agustus di Manado, Sulawesi Utara. Konferensi yang diikuti oleh 500 peserta tersebut sekaligus menjadi ajang promosi dan pembelajaran bagi masyarakat Manado, karena dalam konferensi tersebut juga digelar Pameran Sumber Daya Laut dari 15 propinsi di Indonesia.

"Yang bertanggung jawab pertama kali terhadap laut di negeri kita adalah kita sendiri. Tidak mungkin orang luar dulu yang membantu jika laut kita mengalami kerusakan," kata Menteri Kelautan dan Perikanan RI Fredy Numberi.
Dalam Pameran Sumber Daya Laut Indonesia tersebut, setiap propinsi menampilkan produk unggulan laut dari daerahnya masing-masing. Seperti peserta dari Propinsi Sulawesi Selatan. Propinsi ini menampilkan tiga kabupaten yaitu, Maros, Takalar dan Kabupaten Pangkep dengan hasil laut seperti rumput laut, kepiting dan kesuksesan menanam 4.500 mangrove di pantai-pantainya, untuk menjaga agar pantai tidak mengalami abrasi dan menjadi tempat biota laut bersarang. "Sulawesi Selatan memiliki laut yang luas. Selain menjadi objek wisata, laut harus bisa dimanfaatkan dengan maksimal," kata Teknisi Pusat Informasi Spasial Propinsi Sulawesi Selatan Zulkarnain.
Selain mengikuti pameran-pemeran kelautan berkelas nasional demi menyadarkan masyarakat tentang pentingnya laut, Pusat Informasi Spasial Propinsi Sulawesi Selatan (PISP), menurut Zulkaenain juga berfungsi sebagai pusat data kelautan yang bisa diakses oleh masyarakat luas. "Intinya kita mengembangkan data tantang sumber daya laut untuk memudahkan masyarakat mengembagkan hasil laut yang telah diperolehnya," ujar Zulkarnain.
Dalam pameran kelautan tersebut, Sulawesi Selatan juga menampilkan berbagai cara pengembangan mata pencaharian alternatif seperti cara penggemukan kepiting bakau, bagaimana mengelola keramba apung yang baik dan bisa menghasilkan hasil yang maksimal dan memberikan penyuluhan kepada masyarakat bagaimana mengelola hasil panen dengan baik dan benar. (bernadette lilia nova)