Sail Indonesia 2008 telah digelar. Dimulai dari Darwin, Australia dan mengunjungi 12 white point atau titik labuh yang terletak di Indonesia, namun sebagai negara maritim terbesar di dunia dan mengaku mempunyai nenek moyang seorang pelaut, ternyata di ivent berskala internasional tersebut tidak satupun kapal layar itu berasal dari negara tuan rumah.
Sebagai negara yang lautnya dikenal sebagai perairan yang paling memikat di dunia, Sail Indonesia 2008, ternyata hanya bisa diikuti oleh pelaut-pelaut dari Australia, Jepang, Amerika, Jerman, Belanda, Belgia dan negala lainnya. "Kecintaan pada dunia bahari sudah mulai luntur pada masyarakat kita. Mereka lebih suka membeli jaguar baru dari pada membeli kapal layar," Kata Dewan Pengurus Yayasan Cinta Bahari Raymond T Lesmana.
Banyak cara menurut Raymond untuk membuat masyarakat Indonesia kembali bangkit rasa cintanya pada dunia maritim. Mulai dari memberikan anak-anak pantai kacamata renang, memberikan mereka alat untuk snorkeling. "Setelah mereka tahu keindahan bawah laut dan tahu tentang laut, saya yakin kecintaannya pada laut akan semakin tinggi," kata dia.
Pemerintah juga menurut pria yang menjadi tempat berkeluh kesah para peserta Sail Indonesia 2008 ini, seharusnya memberikan kemudahan agar tidak menganggu kenyamanan para pelaut yang ingin mampir dan melabuhkan jangkar di Kupang. "Banyak sekali yang harus kita bereskan, Mulai dari regulasi peraturan kelautan hingga banyaknya pungutan-pungutan liar yang terjadi di lapangan," tambah pria paro baya tersebut.
Walaupun masih banyak yang harus dibenahi di Perairan Indonesia, namun para pelaut yang datang tetap merasa bersemangat dan bisa menikmati keindahan dan keramahan masyarakat Kupang. Keramahan itu juga ditandai dengan mengalungkan selempang berupa kain tenun tradisional kepada pelaut yang pertama datang dan menghelat gala dinner di Kantor Gubernur Kupang.
Kemeriahan Sail Indonesia 2008 semakin terasa dengan pesta rakyat yang digelar ditepi pantai, mulai dari panjat pinang hingga lomba dayung perahu yang diikuti tidak saja oleh kaum pria, namun juga diikuti oleh ibu-ibu nelayan yang mendayung dengan tawa dan semangat empat lima.
“Kita orang senang sekali bisa mengikuti acara ini, tapi sayang sekali kali ini desa kami di Ende belum bisa menang. Semoga tahun depan kami bisa menang dalam lomba dayung yang sama,” kata salah satu peserta lomba dayung Abraham S Koro. (bernadette lilia nova)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar