Senin, 23 Juni 2008

Cirebon I

Wisata Budaya ala Cirebon

Pagi yang dingin mewarnai Jakarta ketika rombongan The Spirit Journey of Topeng Cirebon berangkat dari Kama Budaya, di Kemang Square, menuju Cirebon. Mendung yang sesekali diiringi oleh gerimis tipis tidak memudarkan semangat rombongan kecil kami untuk terus melanjutkan perjalanan hingga tujuan. Sementara jarum jam telah menunjukkan angka 08.00.




Tujuan perjalanan dalam The Spirit Journey of Topeng Cirebon kali ini adalah untuk membangkitkan kembali kesenian tradisional, khususnya Topeng Cirebon yang nyaris terlupakan. Maklum tidak banyak yang peduli terhadap kesenian tradisional dimasa sekarang. "Dimulai dari kominitas yang kecil yaitu Kama Budaya atau Komunitas Pecinta Seni dan Budaya, kita berharap bisa memberikan gaung besar bagi lingkup yang lebih besar," kata Sekretaris Kama Budaya Rotua Magda pardede.


Demikianlah, puncak acara dari The Spirit Journey of Topeng Cirebon dilangsungkan di Desa Astana, Kecamatan Gunung Jati. Sebuah panggung digelar di pintu masuk Makam Sunan Gunung Jati, yang diyakini menyebarkan islam dengan menggelar tari yang dikenal dengan nama Tari Topeng bersama Sunan Kalijaga. Itulah pula yang menyebabkan Sunan Kalijaga terkenal sebagai Sunan Panggung.


Ada yang menarik di Makam Sunan Gunung Jati, makam ini dihiasi dengan keramik buatan Cina zaman Dinasti Ming. Di komplek makam ini di samping tempat dimakamkannya Sunan Gunung Jati juga tempat dimakamkannya Fatahilah panglima perang pembebasan Batavia. Lokasi pemakaman ini juga merupakan komplek pemakaman bagi keluarga Keraton Cirebon. Sekarang, selain dipadati oleh pelayat yang ingin berziarah, Makam Sunan Gunung Jati menjadi tempat untuk memanjatkan tanda syukur oleh penari topeng di Cirebon.

Salah satu penari topeng yang dianggap sebagai maesrto tari topeng adalah Mimi Rasinah. Walaupun telah berusia hampir 80 tahun dan terkena stroke tahun 2005, Mimi Rasinah tetap eksis menari walaupun menggunakan kursi roda. Tangis haru, mengiringi penari yang telah melanglang buana kedunia internasional tersebut ketika menari dengan air mata berlinang.

Sebelum menari, Mimi Rasinah menggelar ritual di Makam Sunan Gunung Jati, sambil diboyong menggunakan tandu. Upacara sebagai tanda terima kasih atas jasa para sunan itu dinamakan, Upacara Atur-Atur. "Atur-Atur itu artinya meminta izin. Ritual itu selalu dilakukan oleh penari topeng ketika hendak menggelar pertunjukan," kata Koreografer yang juga anggota Kama Budaya Nungki Kusumastuti.

Usai menari dan mengenakan Topeng Panji berwarna Putih, yang melambangkan kesucian dan kepasrahan, Mimi Rasinah secara simbolik menurunkan ilmu tari topeng kepada cucunya dengan menaburkan kembang pada rambut keturunannya. "Tujuan acara seperti ini adalah, kita ingin terjadi regenerasi kesenian tradisional dari para maesto kepada generasi muda," kata Nungki lagi.


Banyak seni tradisional yang mulai terlupakan di negeri ini. Salah satunya adalah Topeng Cirebon. "Sekarang kita masih beruntung karena Topeng Cirebon masih memiliki generasi muda sebagai pewaris," terangnya.

Untuk target kedepan, Kama Budaya berencana akan menggelar acara serupa diberbagai daerah di Indonesia. Dimulai dengan mengumpulkan data tentang kesenian tradisional yang mulai terlupakan hingga menggelar acara budaya untuk kesenian tersebut. Pertanyaannya adalah, dimana peran pemerintah? (bernadette lilia nova)

Cirebon II

Sentra Batik Trusmi
Jika mengunjungi Cirebon, rasanya tidaklah lengkap jika belum datang dan menyaksikan secara langsung proses pembuatan batik tulis yang terkenal dengan nama Batik Trusmi. Sentra batik ini terletak di Jalan Trusmi, Kecamatan Plered. Dari pusat kota Cirebon hanya dibutuhkan 15 menit perjalanan dengan mengendarai mobil.
Di desa yang namanya menjadi merk batik paling terkenal di Cirebon tersebut, terdapat puluhan pengrajin batik. Jika ingin membawa batik sebagai buah tangan, di desa ini juga terdapat showroom yang menjual berbagai jenis batik dengan motif yang indah. "Kampung batik Trusmi diyakini telah berdiri sejak abad ke sembilan dan dikelola turun temurun," kata pemandu wisata yang juga guru kesenian Rofan S Hasyim.


Terdapat dua jenis batik di Desa Trusmi yaitu, batik pesisiran dan batik keratonan. Batik pesisiran memiliki warna lebih cerah, sedangkan batik keratonan memiliki gambar lebih rumit dan warna cenderung lebih gelap. Pada zaman dulu batik dengan motif keratonan hanya dipakai oleh kaum raja-raja dan para bangsawan di Cirebon. Namun sekarang, siapapun boleh memakai batik tersebut.
Dari dua jenis batik paling terkenal di Cirebon itu, kemudian lahirlah berbagai macam motif yang mempercantik kain batik. Bahkan setiap motif memiliki nilai filosofinya masing-masing. "Dua motif batik paling terkenal yaitu mega mendung dan mega sumirat. Dua motif ini melambangkan dua musim di negeri ini, yaitu musim penghujan dan kemarau. Mega mendung bahkan di klem Malaysia sebagai produk mereka, padahal itu asli Cirebon," katanya.

Keindahan batik dan nilai filosofi yang terdapat di dalamnya, tentu saja tidak terlepas dari proses pembuatan yang membutuhkan ketelatenan, keterampilan dan kesabaran. "Pertama kain yang ingin dibatik direndam dengan campuran minyak kacang dan air merang. Malam direndam, pagi dijemur, demikian selama 15 hari," kata Desainer Batik dari Showroom Batik Hafiana Iman.
Setelah melewati proses pertama, dilanjutkan dengan membentuk desain atau motifnya. Setelah motif jadi, kain kemudian di gambar dengan menggunakan malam atau lilin cair. "Semakin rumit motif batik, semakin lama proses pembuatannya. Rata-rata untuk satu lembar butuh waktu satu bulan," ujarnya.

Bagi yang ingin memiliki batik asli yang dibuat dengan tangan ini, satu lembar kain batik harganya mulai Rp 400 ribu sampai Rp 2,5 juta, tergantung bahan yang digunakan. Motif yang digunakan pada kain batik juga menjadi penentu harga sebuah kain batik. "Satu bulannya kita bisa menjual 30 sampai 40 potong batik. Bayak juga yang membeli dari Jepang dan Amerika," tuturnya.(bernadette lilia nova)

Cirebon III

Pesona Situs Buyut Trusmi

Banyak cara bisa dilakukan untuk mengenang jasa para leluhur, setidaknya itulah yang dibuktikan oleh masyarakat di Desa Trusmi, Cirebon. Kejayaan masa lalu diungkapkan dengan tetap menjaga peninggalan bersejarah. Termasuk makam tempat para leluhur mereka disemayamkan.

Masih di Desa Trusmi, berdirilah makam yang sekarang dikenal dengan nama Situs Mbah Buyut Trusmi. Sosok Trusmi dianggap masyarakat Cirebon sebagai pencetus pertama dari Batik Trusmi yang terkenal. Ki Buyut Trusmi juga merupakan salah seorang tokoh penyebar Agama Islam di Wilayah Cirebon. Itulah yang membuat Ki Buyut Trusmi sangat dihormati oleh masyarakat Desa Trusmi.

Dari bangunan makam, bisa terlihat kalau yang dimakamkan ditempat itu adalah orang-orang yang dihormati masyarakat. Bagaimana tidak untuk memasuki areal makam ini saja, pengunjung harus melewati dua buah gerbang berukuran besar bergaya Majapahit. Areal pemakaman di desain khusus sehingga nyaman ketika dikunjungi oleh peziarah.

Namun sayang sekali, kenyamanan itu terganggu dengan banyaknya pemuda dari desa sekitar, juga anak-anak yang berdiri disetiap pintu. Tujuan mereka adalah ingin mendapatkan sedikit uang dari para peziarah. Kenyamanan para peziarah juga semakin terganggu, karena anak-anak tersebut selalu mengikuti kemanapun pengunjung pergi untuk meminta uang.

Mengunjungi Situs Buyut Trusmi, suasana akan terasa seperti mengunjungi perkampungan tradisional di Desa Sade, Rembitan, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). Bangunan di dalam situs ini dibuat dengan ukuran kecil dan atap menggunakan daun rumbia.


Terdapat tiga gerbang utama untuk bisa memasuki situs yang dibangun pada abad 15 tersebut. Gerbang ketiga berukuran kecil, dan siapapun yang memasukinya harus menunduk. Sebagai penghubung agar memudahkan para pezirah, dari gerbang besar bewarna merah khas Majapahit tersebut, terhampar jalan setapak yang menjadi pembimbing menuju lokasi situs.

“Situs ini hanya memiliki sebuah makam utama, sedangkan makam lainnya adalah makam para keturunan juru kunci. Hanya keluarga juru kunci yang boleh dimakamkan di tempat ini,” kata Juru Kunci Situs Ki Buyut Trusmi Sadir.

Selain makam, situs ini juga memiliki berbagai macam fasilitas, yang membuat pengunjung terkagum-kagum, seperti witana yaitu bangunan yang digunakan untuk tempat bermusyawarah, juga terdapat kolam yang dianggap keramat. “Banyak pengunjung datang dan mandi di kolam tersebut. Katanya apapun yang diminta setelah mandi akan tercapai,” terang Sadir lagi.

Tidak kalah menarik, yang bisa ditemukan di situs ini adalah susunan 17 batu sungai yang dilindungi dengan tembok permanen. Susunan batu yang dibuat melingkar tersebut ternyata tempat Mbah Buyut Trusmi dulunya berolah raga. “Olah raga satu-satunya yang dilakukan Buyut Trusmi adalah mengangkat batu, setelah diankat batu-batu tersebut diinjak, untuk menyehatkan kaki. Peninggalan itu, bisa dilihat sekarang,” aku pria paro baya tersebut. (bernadette lilia nova)

cirebon IV

Eksotisme Goa Sunyaragi

Jangan buru-buru pulang dulu ketika sedang berada di Cirebon. Banyak objek wisata budaya dan sejarah bisa dikunjungi. Masih di Desa Trusmi, atau sekitar lima menit dari showroom batik Hafian, berdirilah situs sejarah yang sayang jika dilewatkan. Situs bersejarah tersebut dikenal dengan nama Taman Sari Goa Sunyaragi.
Layaknya goa pada umumnya, Goa Sunyaragi juga terdiri dari lorong-lorong berliku. Namun yang membuat gua ini berbeda adalah dinding gua terbuat dari batu karang. Gua ini diyakini didirikan oleh Pangeran Aria Kararangan 1703 silam, dan difungsikan sebagai tempat bermain para putri kerajaan dari Keraton Kasepuhan. Areal taman sari ini mencapai luas 1,5 hektar.


Memasuki areal goa, terlihat sisa-sisa kerusakan, dengan onggokan batu-batu yang berguguran dari dinding goa. Kerusakan itu terjadi karena pada zaman Belanda, goa ini pernah dihujani bom karena dicurigai menjadi tempat persembunyian para pejuang kemerdekaan Indonesia. "Ada dua versi di masyarakat dengan keruntuhan goa ini, pertama karena bom, kedua karena gempa yang tidak berhenti hingga tujuh kali dalam sehari" kata Juru Pelihara Taman Sari Goa Sunyaragi Achmad.
Setelah lama tersia-sia dan nyaris terlupakan, 1980 Goa Sunyaragi dibangun kembali. Untuk mendapatkan gambaran goa sesuai dengan aslinya, foto-foto goa yang asli didatangkan dari Belanda, dan sejak itulah Taman Sari Goa Sunyaragi bisa dikunjungi kembali oleh masyarakat. “Dulunya disetiap celah dinding goa terdapat aliran air yang mengalir. Sekarang tidak ada lagi air dari sela-sela dinding. Itu hanya tinggal kenangan,” tambah Achmad menerangkan.

Berbeda dengan goa-goa alam umumnya, yang memiliki sebuah lorong utama goa, Goa Sunyaragi memiliki lebih kurang 15 gua yang masing-masing memiliki nama dan fungsinya masing-masing.
Seperti Goa Pengawal misalnya, goa ini terdapat di bagian depan setelah melewati gerbang masuk. Fungsi goa ini adalah tempat para prajurit berjaga ketika sang putri sedang bermain di taman ini. Ada juga Goa Peteng, goa ini menurut Achmad digunakan untuk bersamadi para raja untuk meningkatkan ilmu kanuragan. “Zaman dulu, ilmu kanuragan sama dengan ilmu silat sekarang. Di Goa Petenglah para raja selalu bersamadi,” kata dia.

Goa paling indah, dan paling romantis dari sekian banyak goa di tempat ini adalah Goa Langsek. Langsek berarti tirai. Sebelum goa ini hancur, Goa Langsek memiliki tirai terbuat dari air, yang membuatnya lebih cantik dibandingkan goa lainnya.

Selain tempat bersamadi para raja di Goa Peteng, ada pula goa tempat bersamadi lainnya yang digunakan oleh raja-raja Kasepuhan Cirebon untuk meminta kelanggengan jabatan. Goa itu bernama Goa Klangengan. “Sekarang ada juga pejabat kita yang datang dan bersamadi di Goa Klanggengan. Mungkin mereka juga meminta kelanggengan kekuasaan,” terang Achmad. (bernadette lilia nova)

Cirebon V

Dua Istana Kejayaan Masa Lalu

Setelah seharian mengelilingi dan menikmati keindahan kota Cirebon, situs bersejarah lainnya yang pantas dikunjungi adalah dua istana bersaudara, yaitu Keraton Kesepuhan dan Keraton Kanoman. Menurut sejarahnya ketika Sunan Gunungjati masih hidup, Cirebon hanya memiliki satu keraton. Namun setelah meninggal, keraton berhasil dipecah menjadi dua oleh Belanda. Keraton pertama yang dikunjungi rombongan kecil kami adalah Keraton Kasepuhan.

Memasuki kawasan Keraton Kesepuhan, rombongan kami disambut oleh sebuah gerbang yang terbuat dari bata merah bertingkat. Bagian depan keraton ini biasanya dinamakan dengan Siti Hinggil atau tanah tinggi, yang menghadap langsung kearah lapangan tempat dulunya pasukan keraton berkumpul.

Setelah melewati Siti Hinggil yang berbentuk gerbang dan pagar panjang, bangunan lainnya yang menarik adalah Mande Semar Sunando. Bangunan ini terbuat dari kayu. Dulunya dijadikan sebagai tempat duduk para penasehat keraton. Bangunan ini memiliki dua tiang berukir yang melambangkan kemakmuran.

Tanda kejayaan keraton di zamannya, bisa dilihat dengan banyaknya keramik China dari Dinasti Ming yang ditempelkan pada dinding, mulai dari gerbang paling depan, hingga bagian dalam keraton. “Keramik China melambangkan bahwa hubungan keraton Cirebon dulunya dengan China sangat baik. Bahkan salah satu istri Sunan Gunung Jati adalah putri China,” kata Pemandu di Keraton Kasepuhan Sugiman.


Keraton Kasepuhan dibangun 1529 sebagai perluasan dari Keraton tertua di Cirebon, Pakungwati, yang dibangun oleh Pangeran Cakrabuana, pendiri Cirebon pada 1445. Kejayaan keraton ini juga terlihat dengan sebuah bangunan masjid yang bernama Masjid Agung Sang Cipta Rasa yang ada dalam kompleks Keraton Kasepuhan begitu indah dan dibangun 1549.
Keraton ini juga memiliki kereta kencana yang dikeramatkan, kereta itu bernama Singa Barong. Sejak 1942, kereta ini tidak dipergunakan lagi, dan hanya dikeluarkan tiap 1 Syawal untuk dimandikan. “Kereta kencana Singa Barong ini telah memiliki teknologi yang menarik, seperti jari-jari roda dibuat melengkung ke dalam, agar air dan kotoran tidak masuk ke dalam kereta,” kata Sugiman.

Jika Keraton Kasepuhan terasa begitu megah dan cukup terawat, tidak demikian dengan Keraton Kanoman. Kesan terlupakan terasa di Keraton yang dibangun 1662 oleh Amangkurat I tersebut. Untuk memasuki keraton ini, pengunjung harus masuk dari Pasar Kanoman. Bahkan kekokohan gerbang dengan tinggi lebih dari empat meter, terasa sia-sia dengan banyaknya becak dan warung kaki lima, yang mangkal di bawahnya.

Kesan suram tersebut, sedikit berubah menjadi lebih baik, ketika memasuki gerbang keraton dibagian dalam. Identik dengan warna merah muda, gerbang utama keraton menjadi simbul kejayaan Kanoman dimasa lalu. Hampir sama dengan Keraton Kasepuhan, Kanoman juga memajang puluhan piring antik dari Dinasti Ming di gerbang utamanya. Namun sayang banyak yang hilang dan dicongkel pencuri benda-benda antik sehingga banyak bagian gerbang yang berlubang.

“Pendopo di Keraton Kanoman dinamakan Pendopo Pujinem dengan 17 tiang, ada juga ruang khusus bernama Rabayaksa. Ruangan ini khusus tempat disemayamkannya mayat raja, sebelum dimakamkan,” kata Pemandu Keraton Kanoman Rohim.

Dalam sejarahnya, Keraton Kanoman lebih muda dari Kasepuhan. Kanoman berasal dari kata anom yang berarti ”muda”. Terbelahnya kekuasaan Keraton di Cirebon dilambangkan dengan dua keraton, Kasepuhan dan Kanoman. (bernadette lilia nova)

Jumat, 13 Juni 2008

Surga Di Lereng Gunung Salak I

Hadir dengan konsep kecintaan pada alam, The Michael Resorts memanjakan pengunjungnya dengan kehijauan dan indahnya lereng Gunung Salak.
Jarum jam tepat menunjukkan pukul 20.00, ketika perjalanan dimulai dari Gedung Ariobimo, Kuningan, Jakarta Selatan, dengan tujuan The Michael Resorts yang terletak di Kawasan Wisata Gunung Salak Endah, di Kecamatan Pamijahan, Bogor, Jawa Barat. Dari Jakarta hanya dibutuhkan waktu sekitar dua hingga tiga jam. Untuk mencapai lokasi, memang harus melewati jalan berliku dan tidak terlalu mulus. Bus yang membawa rombonganpun sesekali terseok ketika harus melewati jalan berliku nan mendaki.

Walaupun aspal jalanan tidak terlalu mulus dengan lubang jalanan yang mengganggu kenyamanan berkendara, namun kerlip lampu-lampu dari kejauhan yang terlihat seperti mutiara aneka warna dari ketinggian, menjadi hiburan tersendiri, sehingga perjalanan terasa tetap menyenangkan. Setelah tiga jam, perjalananpun berakhir disebuah gerbang dengan sepasang patung penari Bali, yang seakan menyambut setiap tamu yang datang dengan ucapan selamat datang. Sementara jarum jam tepat menunjukkan angka 23.00.

Kesejukan suasana resort yang baru dibangun sejak dua tahun lalu ini terlihat dengan kehijauan aneka tumbuhan khas Indonesia, yang ditanam dengan perawatan maksimal. Jalan-jalan setapak yang menghubungkan 13 villa di resort ini semakin menambah keindahan suasana. Tidak heran banyak calon pengantin dari berbagai daerah datang ke resor yang dibangun di atas lahan seluas 2,5 hektar ini, untuk mempersiapkan foto-foto menjelang pernikahan mereka.

Itu pula yang membuat rombongan jurnalis dari Jakarta diundang untuk menikmati keindahan resor yang berhadapan langsung dengan lembah ini, untuk memperingati Hari Lingkungan Hidup, dengan tema The Michael Resorts Back To Nature Tour.

"Konsep resor ini adalah ramah lingkungan. Selain itu kita menjaga keasrian resor ini dengan memelihara sumberdaya yang ada di dalamnya, seperti menjaga mata air dan menjaga kontur tanah," kata Pengelola The Michael Resorts Joseph Batubara.
Menikmati malam yang hening, hanya sesekali saja terdengar suara jangkrik, membuat tempat ini menjadi pilihan tepat untuk menenangkan diri atau sekadar melepas lelah usai beraktifitas selama satu minggu. Tidur yang nyenyak tentu saja membuat fikiran dan tubuh terasa segar dipagi hari.
Demikianlah pagi menjelang dan paru-paru terasa lapang, karena udara pagi yang segar. Keindahan pagi semakin lengkap karena sayup-sayup terdengar gemercik air dari mata air yang mengalir ke sungai. "Kita memiliki banyak mata air, airnya kita kumpulkan dan kita alirkan langsung ke sungai yang tepat berada di bawahnya," tambah Joseph.

Keunikan lain dari resor dengan 27 kamar ekslusif ini adalah masing-masing villa memiliki keunikan dan karakteristiknya. Villa bambu misalnya, sesuai dengan namanya villa ini terbuat dari bambu, hingga suasana khas desa terasa kental. " Ada pula tempat istirahat yang kita namakan Saung. Tempat ini sering digunakan oleh para biksu untuk bersamadi," tutur Joseph lagi.
Villa lainnya yang bisa ditempati di resort ini antara lain adalah, Villa Kemuning, Villa Mani'i, Villa Damar, Villa Eboni dan Villa Kayu Manis. "Untuk satu malamnya, harga mulai dari Rp 1 juta hingga Rp 5 juta," kata Customer Relationship Manager The Michael Resorts Tety Widjaja.(bernadette lilia nova)

Surga Di Lereng Gunung Salak II

Surga Tumbuhan Langka

Menikmati pagi di The Michael Resorts terasa belum lengkap tanpa mengelilingi taman dan menyusuri jalan setapak yang berliku. Para jurnalis bahkan dibuat terpana karena di resor ini terdapat ribuan bunga dan pohon langka dari berbagai daerah di Indonesia. Bunga-bunga dan pepohonan tersebut bisa hidup bahkan berbungga dengan indahnya di kawasan ini. Hal tersebut tentu saja karena ketelatenan dan perawatan serius yang dilakukan. Banyaknya bunga dan tumbuhan langka di lokasi nan eksotis ini, membuat munculnya berbagai jenis kupu-kupu yang membuat semakin indahnya kawasan ini.

Aneka bunga langka yang nyaris tidak pernah ditemukan lagi dihabitat aslinya seperti, Bunga Clavia yang aslinya dari Cibodas, Mawar Gambir dari Betawi, Kantung Semar dari Kalimantan, Pohon Arum dari Aceh bahkan Pohon Buah Merah dari Papua. Keindahan itu semakin bertambah dengan kehijauan ribuan pohon damar dan pinus yang dianggap sebagai pohon paling ramah lingkungan, karena tidak membuat tanah disekitarnya kering dan gersang. "Konsep resor ini memang 20 hingga 30 % saja bangunan, sisanya kita buat menjadi konservasi alam," kata Pengelola The Michael Resort Susan Sumbayak.

Selain ingin mengembangkan kembali tumbuhan-tumbuhan langka asli Indonesia, Susan mengaku dengan keberadaan tumbuhan langka tersebut bisa mengajak masyarakat sekitar untuk lebih peduli terhadap tanaman asli Indonesia. "Target kita untuk dua tahun mendatang kita bisa memberikan bunga atau tumbuhan langka bagi mereka yang berkunjung ke The Michael Resorts dengan gratis. Kalau sekarang kita masih dalam tahap pengembangan," kata wanita murah senyum ini.

Kecintaan untuk mengumpulkan dan mengembangkan kembali bunga dan tumbuhan asli Indonesia yang telah langka, dibuktikan oleh Susan bersama The Michael Resorts dengan membeli dan mencari bunga-bunga dan tumbuhan langka mulai dari daerah-daerah terpencil hingga ke manca negara. “Ada banyak bunga dan tumbuhan langka kita yang bisa dijumpai di luar negeri, tumbuhan itu kita usahakan bisa kembali lagi ke Indonesia,” terang Susan.


Beberapa bunga langka yang telah berhasil ditanam dan dikembalikan ke tanah air di The Michael Resort antara lain adalah, Bunga Camelia, Bunga Klampis yang sebenarnya asli Cibodas namun tidak ada lagi di Indonesia dan Bunga Rampai. “Bunga Camelia sekarang sudah dikembangkan di Australia, padahal itu bunga asli Indonesia, di Indonesia sendiri bunga itu sudah sulit ditemukan,” kata Susan. (bernadette lilia nova)

Surga Di Lereng Gunung Salak III

Flying Fox Ke Curug Cigamea

Selain villa di Gunung Salak yang identik dengan kehijauan dan keindahan pemandangannya, banyak objek wisata lainnya yang bisa juga dikunjungi ketika menginap di The Michael Resorts karena letaknya yang berdekatan. Objek wisata itu seperti, air terjun yang dikenal masyarakat Bogor dengan istilah curug.

Terdapat banyak curug di daerah yang berdekatan dengan The Michael Resorts, seperti Curug Nangka, Curug Luhur dan Curug Cihurang. Namun dari banyak curug, yang paling terkenal adalah Curug Cigamea. Dari The Michael Resorts hanya dibutuhkan waktu 10 menit untuk bisa mencapai gerbang masuk curug yang memiliki dua air terjun berdampingan ini, dengan mengendarai mobil atau bus.
Untuk mencapai air terjun, dibutuhkan waktu paling kurang satu jam berjalan kaki, mengikuti jalan setapak. Namun bagi mereka yang ingin menikmati sensasi meluncur dengan flying fox bisa mampir disebuah pos, yang khusus menyediakan jasa peluncuran dengan membayar Rp 20 ribu per orang.

Sensasi meluncur dengan fying fox di Objek Wisata Curug Cigamea ini benar-benar terasa mendebarkan. Karena di bawah lintasan peluncuran adalah jurang yang dalam dan dipenuhi oleh pohon. Panjang perlintasan peluncuran mencapai 170 meter dengan ketinggian 40 meter dari jurang di bawahnya. “Kalau Sabtu dan Minggu, biasanya yang melucur dengan flying fox bisa mencapai 60 orang. Sedangkan flying fox ini baru beroperasi sejak dua bulan lalu,” kata Pengelola Flying Fox dari Perkumpulan Rentek Solid Yana Mulyana.
Diterangkan Yana untuk meluncur dengan flying fox dibutuhkan peralatan yang harus benar-benar terjamin keamanannya, karena meluncur dengan flying fox termasuk salah satu olahraga ekstrim dengan resiko tinggi. Alat-alat yang dibutuhkan itu antara lain, sebuah sit harness yang berguna untuk mengikat peluncur. “Yang paling dibutuhkan pula adalah tali transfer, tali ini berfungsi untuk menghentikan luncuran kalau-kalau terjadi kesalahan. Tali ini juga berfungsi menarik katrol yang telah sampai di bawah,” terang Yana.
Setelah meluncur dengan flying fox, jarak menuju Curug Cigamea sudah tidak terlalu jauh. Di curug ini, para pengunjung akan dimanjakan oleh keindahan alam dengan batu-batu besar yang bertebaran disepanjang aliran air terjun. Ingin menambah kesan romantis, pengunjung bisa menikmati sajian jagung bakar dengan harga Rp 3 ribu yang bisa dipesan di dekat air terjun. (bernadette lilia nova)

Rabu, 04 Juni 2008

Perbatasan Papua-PNG I

foto by Bernadette Lilia Nova
Melancong Di Perbatasan Papua-PNG

Keharmonisan hubungan dua negara bisa diamati lewat perbatasan. Setidaknya perbatasan RI dan Papua New Guinea membuktikannya.


Matahari di bumi cendrawasih siang itu terasa terik membakar ubun-ubun. Namun keelokan alam dan kehijauan pohon-pohon disepanjang jalan menuju perbatasan RI dengan negara tetangga Papua New Guinea (PNG), terasa menyejukkan. Untuk mencapai gerbang perbatasan dua negara, dibutuhkan kurang lebih tiga jam dari Jayapura dengan menempuh jalur darat.

Jika mengendarai mobil pribadi tidak memungkinkan, di Jayapura tersedia mobil.-mobil keluaran terbaru seperti Innova, Swift, Honda Jazz atau Suzuki SX4 X Over, yang setiap hari beroperasi sebagai taksi dan tentu saja bisa disewa lengkap dengan supirnya. Rata-rata untuk satu jam, taksi-taksi modern ini bisa disewa dengan harga Rp 300 ribu. "Kebanyakan mobil-mobil keluaran terbaru di Papua diimport langsung dari Jepang," kata penduduk Papua sekaligus pemandu, Wolter.

Disepanjang jalan perbatasan yang dilewati, diantara rimbunnya hutan, sesekali terlihat onggokan kayu gergajian yang ditumpuk menunggu angkutan. Entah legal atau tidak, yang jelas hutan Papua semakin lama semakin terbuka, ulah para penjarah atau pemegang Hak Pengelolaan Hutan (HPH) di era Orde Baru (Orba).



Lebih kurang 3 km dari tapal batas menuju gerbang perlintasan utama, terdapat pos penjagaan pertama. Pos penjagaan ini dijaga oleh Komando Pelaksanaan Operasi Perbatasan RI-PNG (Kolakops Pantas RI-PNG), Yonif 408 Diponegoro. Walaupun senjata siap terkokang, namun kami disambut dengan wajah-wajah ramah. Setelah tujuan kedatangan diketahui, akhirnya kami diizinkan melanjutkan perjalanan menuju Desa Wutung, Kecamatan Skouw. Wutung adalah Desa terakhir di Indonesia yang berbatasan langsung dengan negara tetangga yang sekarang dipimpin oleh presiden Michael T Somare tersebut.

Mendekati ujung jalan perbatasan, kehidupan masyarakat desa mulai terasa sibuk. Apalagi keberadaan pasar tradisional dengan pedagang dan pembeli yang sibuk dengan kegiatan tawar menawar harga.

Masyarakat Desa Wutung sedikit lebih beruntung karena pasar tradisional terdapat di wilayah Indonesia. Itu membuat orang-orang dari daerah Vanimo yaitu wilayah terdekat di PNG ke perbatasan, harus memasuki wilayah Indonesia untuk berbelanja. "Gerbang perbatasan dua negara akan ditutup pukul 16.00," kata petugas penjaga perbatasan RI-PNG, Sersan I Ari Puranto.


Selain pos penjagaan kedua negara, menara pengintai, kantor imigrasi dan rumah-rumah dinas para petugas perbatasan, tapal batas dua negara ini sibuk dengan orang yang berlalu lalang. Entah dari PNG ke Indonesia, atau sebaliknya. "Masyarakat dua negara disini masih memiliki hubungan persaudaraan. Banyak juga penduduk PNG yang memiliki ladang di Papua. Orang Papua juga begitu, banyak yang memiliki tanah adat diwilayah PNG," tambahnya.

Tidak seperti tapal batas dua negara lainnya di Indonesia, perbatasan Papua dengan PNG terasa semarak dengan tempat-tempat peristirahatan yang dibangun dengan arsitektur tradisional Papua, lengkap dengan hiasan tifa-tifa raksasa. Itu menjadikan perbatasan dua negara ini menjadi objek wisata yang banyak dikunjungi masyarakat dari kedua negara. "Khusus penduduk perbatasan, setiap kali melintas hanya menggunakan kartu merah. Sedangkan orang diluar Desa Wutung harus membawa pasport, baru boleh melintas," terang Ari.

Yang menarik lagi, diantara dua gerbang selamat datang masing-masing negara, terdapat zona bebas yang hanya berjarak 10 meter. Melewati zona bebas dan memasuki wilayah PNG masih diizinkan untuk para wisatawan yang ingin berpose di dekat bendera PNG, ataupun dekat merah putih jika wisatawan itu berasal dari PNG, selama gerbang perbatasan belum ditutup.

Diperbatasan dua negara ini, sama sekali tidak terasa suasana yang kaku. Masyarakat dua wilayah masih bisa menyeberang tanpa perasaan was-was. Semoga persahabatan di perbatasan tetap langgeng. Seperti tulisan besar di gerbang bagian dalam PNG, yang bertuliskan thankyou for visiting PNG. (bernadette lilia nova).

Perbatasan Papua-PNG II

Kina Lebih Mahal

Layaknya pasar yang ditandai dengan berbagai kegiatan jual beli dan tawar menawar harga, suasana itu pula yang terlihat di pasar tradisional perbatasan Papua dengan Papua New Guinea (PNG). Selain menjual aneka kebutuhan pokok, pasar yang telah dibangun dengan permanen tersebut juga menjual berbagai benda elektronik.
Walaupun sepintas pasar di Desa Wutung tersebut hampir sama dengan pasar lainnya, namun di pasar ini para penjual maupun pembeli menggunakan dua mata uang berbeda. Yaitu Kina (K) dan Rupiah. Kina adalah mata uang PNG yang juga berlaku dan sah dibelanjakan di pasar perbatasan Indonesia. "Ini adalah pasar satu-satunya yang terdapat di perbatasan. itu membuat masyarakat perbatasan PNG belanja di pasar ini," kata Wolter.

Secara kasat mata, keberadaan pasar tradisional di wilayah Indonesia, tentu saja menguntungkan bagi pedagang di Indonesia, namun ketika ditelusuri lebih dalam, ternyata nilai mata uang PNG lebih tinggi dibandingkan dengan rupiah. "Satu Kina sama dengan Rp 3000. Jadi harga barang-barang di Indonesia lebih murah bagi masyarakat PNG perbatasan," terang Wortel lagi.

Untuk memudahkan para pedagang bertransaksi, di pasar tradisional tersebut, juga terdapat tempat penukaran mata uang atau money changer layaknya di kota-kota besar. "Yang paling banyak dipakai di pasar adalah Kina. Rupiah ada juga namun tidak banyak," tutur Wortel lagi (bernadette lilia nova).

Perbatasan Papua-PNG III

Fiji Bahasa Perbatasan

Perbatasan dua negara, selain unik dengan kebebasan menggunakan dua mata uang berbeda, perbatasan Indonesia dengan Papua New Guinea (PNG) juga menarik dengan bahasa yang digunakan sehari-hari oleh masyarakatnya.

Dalam bertransaksi atau melakukan komunikasi sesama mereka, masyarakat perbatasan lebih sering menggunakan Bahasa Fiji. Bahasa ini bisa dimengerti oleh masyarakat Papua ataupun masyarakat PNG. Bahasa Indonesia hanya digunakan di wilayah Indonesia, itupun ketika berkomunikasi dengan pendatang, juga ketika berkomunikasi dengan turis-turis yang melancong ke perbatasan.
"Bahasa Fiji dimengerti oleh kedua belah pihak. Sedangkan Bahasa Indonesia hanya dimengerti oleh masyarakat Papua di wilayah Indonesia. Jadi ketika berkomunikasi dengan orang dari PNG mereka lebih memilih menggunakan Bahasa Fiji," kata petugas perbatasan RI-PNG, Sersan I Ari Purwanto.

Selain dua mata uang dan dua bahasa yang digunakan oleh masyarakatnya, pasar di perbatasan RI-PNG, ternyata juga menjual berbagai jenis makanan kaleng seperti kornet hingga buah-buah yang diawetkan di dalam kaleng.

Barang-barang yang di Jakarta hanya bisa ditemukan di Mall ataupun di supermarket tersebut, ternyata datang dari Australia. Entah diimport resmi atau dibeli lewat pasar gelap, yang jelas masyarakat perbatasan telah mampu menikmati pasar bebas yang di dunia internasional sedang didengung-dengungkan. (bernadette lilia nova)